MOROTAI,HR – Warga Maluku Utara saat ini digegerkan dengan sejumlah informasi terkait temuan hasil penelitian yang dilakukan lembaga Nexsus3 Foundation bersama Universitas Tadulako yang mempublis terkait adanya potensi kerusakan ekologis di wilaya perairan Halmahera Tengah.
Temuan logam berat merkuri dan arsenik pada sampel dara ikan dan warga di sekitar areal industri pertambangan yang berada di teluk Weda Halmahera Tengah tersebut telah mengusik banyak pihak sehingga turut memberikan kecaman terhadap pihak perusahaan maupun beberapa dinas terkait.
Ketua Bidang, Hukum dan Perlindungan Nelayan, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Pulau Morotai, Lasurdin L. Madelis, ikut andil memberi responnya terhadap situasi perairan di Halmahera Tengah yang berpotensi tercemar lebih para dan meluas ke perairan kabupaten tetangga.
Lasurdin, dalam keterangannya, menyentil sejumlah kasus terkait adanya potensi kerusakan ekologis perairan pesisir di beberapa wilayah, diantaranya perairan obi, halmhera timur, maupun halmahera tengah itu sendiri, yang diperkirakan kedepan akan merembes ke perairan kabupaten tetangga, seperti hamahera utara hingga morotai dalam kurum waktu sepuluh tahun kedepan.
“Terkait kerusakan ekologis, tentunya akan memperparah hasil tangkapan nelayan yang dipastikan menurun setiap tahun. Selain itu, ancaman kesehatan terhadap nelayan maupun warga yang berada di sekitar area pertambangan pun dipastikan bertambah krusial kedepan, sehingga pihak perusahaan dan pemerintah provinsi perlu lebih serius dalam menjalankan peraturan perundan-undangan yang ada”,bebernya kepada halmaheraraya.id, Sabtu (14/06/2025).
Ia menjelaskan, sebagaimana ketentuan undang – undang nomor 7 tahun 2016, tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan. Dan, undang-undang lingkungan hidup nomor 32 tahun 2009, tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Serta, undang-undang perikanan nomor 45 tahun 2009, tentang perikanan dan kelautan.
“Dengan berpedoman pada hukum yang ada, Lasurdin, mendesak Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), serta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku Utara harus bertanggung jawab atas dugaan potensi kerusakan ekologis perairan yang ada,”ujarnya.
Lasurdin, secara kelembagaan mendesak DKP dan DLH segera membentuk tim khusus untuk melakukan audit perusahaan maupun melakukan penelitian limbah tambang di sekitar perairan teluk weda dan sekitarnya.
Selain itu, Lasurdin juga mendesak agar secepatnya dilakukan pemeriksaan terhadap proses pengelolaan limbah tambang yang ada di Weda.
“Jika tidak maka dinas terkait dianggap gagal dan tidak bertanggung jawab atas dugaan kerusakan ekologis yang ada,”imbunya.(red)