JAKARTA,HR– Koordinator Tim Kuasa Hukum Awwab-Marsel, Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, S.H., M.H., memaparkan lima fakta hukum yang dapat menjadi pertimbangan hakim, sebelum menjatuhkan vonis terhadap dua karyawan PT. Wana Kencana Mineral (WKM), Awwab Hafidz (Kepala Teknik Tambang/KTT PT. WKM) dan Marsel Bialembang (Mining Surveyor PT. WKM), yang dituduh memasang patok di wilayah tambang, dan merugikan pihak lain.
Seperti diketahui, sidang dugaan kriminalisasi terhadap Awwab Hafidz dan Marsel Bialembang, yang menjadi terdakwa, karena memasang patok di wilayah IUP (Ijin Usaha Pertambangan) nya sendiri, telah digelar Majelis Hakim, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pada Rabu (10/12/2025).
Dalam sidang kemarin, Tim Hukum Awwab-Marsel, mengajukan dan membacakan Nota Pembelaan terhadap Surat Tuntutan dari Penuntut Umum No Reg Perkara: PDM- 58 1M. l. 10/Eku.2/07/2025, tertanggal 3 Desember 2025.
Membacakan Nota Pembelaannya, Koordinator Tim Kuasa Hukum Awwab-Marsel, Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, S.H., M.H., mengawali kalimat dengan menceritakan kronologis awal kasus ini hingga berakhir di pengadilan.
“Di depan kita duduk dua terdakwa, masing masing, terdakwa saudara Awwab dan Marsel. Disaat mereka mengadu nasib, di perusahaan tambang PT. WKM di Halmahera Timur, bertempat tinggal nun jauh dari keluarga, menjalankan tugas di 1UP PT. WKM, sama sekali tidak terlintas dipikiran mereka, bahwa nasib mereka, membawa mereka ke penjara, hanya karena mereka menjalankan tugas di wilayah PT. WKM di Halmahera Timur Maluku Utara,” ujar Kaligis dalam rilisnya yang diterima redaksi halmaheraraya.id, Senin (15/12/2025).
Ditambahkannya, kedua kliennya itu pernah diperiksa polisi di Polda Maluku Utara, tanpa ditahan.
“Nasib sial, mereka alami disaat Bareskrim Polri bertindak, langsung di saat mereka menghadap, mereka langsung ditahan, karena “katanya” si Pelapor adalah orang kuat, punya koneksi dengan Pak Kapolri,” tukas Kaligis.
Terdakwa, Awwab lulusan S2 İTB, Kepala teknik Tambang, masih tidak mengerti mengapa harus mengalami nasib di penjara, sama halnya dengan terdakwa Marsel. Terdakwa.Awwab adalah anak seorang Hakim Pengadilan Agama, yang tidak pernah menduga dijadikan terdakwa.
“Tugas yang mereka laksanakan karena perintah atasan Direktur Utama, Jendral (Purn) Bapak Eko Wiratmoko. Lokasi pagar ada di koordinat IUP PT. WKM, sesuai hasil ukuran Gakkum Kehutanan yang terjun ke lokasi. Sebelum perkara dilimpahkan ke kejaksaan, kami Penasehat Hukum kedua terdakwa, telah menghadap Karo Wasidik, Brigjen Pol Sumarto, agar dilakukan gelar perkara, dengan melampirkan hasil pemeriksaan Gakkum Kehutanan, dimana dijelaskan bahwa PT. Position lah yang melakukan penambangan liar, di IUP PT. WKM, tempat kedua terdakwa bekerja,” ungkap advokat senior tersebut.
Hasil Pemeriksaan Gakkum Kehutanan pun telah diketahui oleh Bareskrim, dimana hasil Gakkum itu telah dilampirkan Tim Hukum sebagai bukti di Perkara Praperadilan No.86/Pid.PRA2025/PN.Jkt.Sel di Pengadilan Jakarta Selatan, dan berkali kali diajukan di persidangan ini. “Kalau mengacu ke Pasal 185 (l) KUHAP seharusnya tuntutan Jaksa Penuntut Umum, membebaskan para terdakwa,” ujar penulis 128 buku hukum tersebut.
Dijelaskannya, tuntutan bebas yang diajukan jaksa, pernah terjadi saat pihaknya menangani kasus korupsi di Pengadilan Negeri Makassar, dengan terdakwa Nurdin Halid, dan kasus pencucian uang dengan terdakwa Kwan Benny di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dilanjutkannya, dari keterangan ahli pertambangan, Prof. Dr. Abrar Saleng pada tanggal 29 Oktober 2025, dijelaskan bahwa pemasangan pagar di IUP sendiri, IUP PT. WKM adalah wajib, apalagi menghadapi Illegal logging PT. Position yang dilakukan PT. Position di IUP PT. WKM.
“Yang bisa melarang pemasangan pagar, hanyalah pemilik lahan/tanah masyarakat setempat, bukan saksi pelapor saudara Hari Aryanto. Hari Aryanto sama sekali tidak memiliki legal standing, sebagai korban atau sebagai pihak pelapor,” ujar Kaligis mengutip keterangan saksi ahli tersebut.
Ditambahkannya, dengan tegas, ahli Prof. Abrar Saleng menyebut PT. Position telah mencuri nikel di IUP PT. WKM, apalagi disaat Penasehat hukum mempertontonkan gambar pengambilan nikel tersebut, pendapat Prof. Abrar Saleng : “Jelas itu Pencurian”.
Kemudian, Kaligis menjelaskan fakta hukum yang terungkap dalam kasus ini.
“Dakwaan JPU adalah pemasangan pagar di IUP PT. WKM. Yang harus dipertanyakan mengapa disaat acara pembuktian, JPU sama sekali tidak menghadirkan bukti pagar atau bukti patok? Artinya, JPU gagal dalam acara pembuktian memenuhi dakwaannya sendiri,” kata Kaligis tegas.
Saat digelar tayangan gambar tentang penambangan liar oleh PT. Position, dimana ada pembukaan lahan yang tidak wajar, selebar kurang lebih 100 meter, dengan kedalaman sampai 15 Meter, dan terlihat pemasangan Police Line di daerah IUP PT. WKM, JPU sama sekali tidak mengajukan keberatan atas bukti bukti gelar tayangan gambar yang dimajukan Tim Penasehat Hukum.
“Dakwaan jaksa adalah mengenai pemasangan pagar di IUP PT. WKM, seharusnya JPU memperlihatkan potongan pagar sebagai barang bukti, barang bukti yang disita atas izin Sita Pengadilan Negeri berdasarkan pasal 38 KUHAP dan ditandatangani para terdakwa sesuai pasal 129 KUHAP. Tanpa barang bukti pagar, unsur dakwaan JPU, gugur. Apalagi JPU tidak menampilkan saksi kunci yang menentukan, saksi kunci dari PT. WKS. Alasannya yang bersangkutan trauma tanpa JPU melampirkan rekam medis. Tidak terbukti sama sekali bahwa pemasangan pagar itu dilakukan di IUP PT. Position,” ujar Kaligis tegas.
Bahkan dari temuan Gakkum Kehutanan, justru yang melakukan penambangan liar di IUP PT.WKM adalah PT. Position. Semoga fakta hukum ini yang terungkap dipersidangan menjadi pertimbangan Hakim Pemutus Perkara ini. Di penghujung pembacaan Nota Pembelaannya, Kaligis mengajukan hal-hal yang dapat dijadikan pertimbangan Majelis Hakim untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya bagi terdakwa Marsel dan Awwab.
1. Para Terdakwa hanya menjalankan perintah struktural sesuai tugas jabatan. Terdakwa Awwab Hafizh dalam kapasitas sebagai KTT bertindak atas instruksi dari Direktur dan Terdakwa Marsel Bialembang melaksanakan perintah teknis dari KTT. Dikarenakan tindakan Para Terdakwa dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas resmi, terbukti Para Terdakwa tidak memiliki niat atau mens rea untuk melakukan perbuatan yang didakwakan oleh Penuntut Umum.
2. Para Terdakwa bersikap kooperatif, memberikan keterangan secara jujur, dan tidak mempersulit jalannya proses hukum.
3. Para Terdakwa tidak pernah terlibat permasalahan hükum sebelumnya.
4. Tindakan Para Terdakwa justru untuk menjalankan kewajiban menjaga wilayah 1UPnya sebagaimana tugas jabatan Para Terdakwa.
5. Para terdakwa memiliki tanggung jawab sebagai tulang punggung bagi keluarganya.
Dan Tim Penasehat Hukum memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk berkenan memutus sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa MARSEL BIALEMBANG dan Terdakwa AWWAB HAFIDSZ tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, melakukan tindak pidana Pasal 78 ayat (3) Jo Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang Undang Jo Pasal 55 ayat (l) ke-l KUHP sebagaimana dalam Dakwaan alternatif Kedua Penuntut Umum.
2. Membebaskan Terdakwa MARSEL BIALEMBANG dan Terdakwa AWWAB HAFIZH dari Dakwaan Alternatif Kedua tersebut (vrijspraak) sesuai dengan Pasal 191 ayat (1) KUHAP;
3. Atau setidak-tidaknya melepaskan Terdakwa MARSEL BIALEMBANG dan Terdakwa AWWAB HAFIZH dari semua tuntutan hükum (ontslag van aile rechtsvervolging) sesuai dengan Pasal 191 ayat (2) KUHAP;
4.Mengembalikan barang bukti yang disita dalam perkara ini dikembalikan kepada yang berhak darimana barang bukti tersebut disita;
5.Mengembalikan nama baik, harkat dan martabat Terdakwa MARSEL BIALEMBANG dan Terdakwa AWWAB HAFIZH ke dalam kedudukan semuıa;
6. Membebankan biaya perkara kepada Negara.






















