PULAU MOROTAI,HR—–Proyak timbunan Water Front City Zona II di Taman Kota Daruba menelan anggaran miliaran rupiah, membuat para pekerja berebut Rupiah disana demi kelangsungan hidup keluarga mereka.
“Total anggaran timbunan WFC Zona II Rp 24 Miliar, hanya pekerjaannya bertahap, tahap I Rp 5 Miliar,” ungkap Kadis PU Pulau Morotai, Abubakar Abduradjak.
Melihat besaran anggaran tersebut Anggota Organda Pulau Morotai menginginkan agar mereka dipakai dalam pekerjaan proyek tersebut.
Hal tersebut membuat terjadi adu mulut antara sopir Damtruck Anggota Organda dengan Pengawas Proyek Timbunan Water Front City Zona II Taman Kota Daruba, Kecamatan Morotai Selatan, Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, Senin (10/5/2021).

Jelang siang sekitar Pukul : 10.45.WIT, puluhan Damtruck dibawah naungan Oganda memasuki lokasi Pekerjaan Timbunan Water Front City Zona II Taman Kota Daruba dan melakukan aksi parkir mobil dengan tujuan menghalangi pekerjaan tersebut.
Hal itu memicu terjadinya adu mulut antara pengawas pekerjaan, Abd Rauf Tariwi alias Ogos dengan salah satu anggota organda, Pomat dan terjadi adu mulut bahkan nyaris adu jotos, namun dilerai oleh anggota organda lainnya.
Menurut pengawas proyek Abd Rauf Tariwi, bahwa dirinya ditugaskan untuk mengawasi pekerjaan jadi saya punya tanggung jawab bila ada yang mengganggu jalannya pekerjaan ini.
“Mereka (ORGANDA) silahkan melakukan protes tapi bukan dengan cara yang tidak sopan, ini lokasi kerja bukan kantor jika mau protes silahkan ke kantor,”ungkapnya.
Dikatakan mantan ketua pemuda Daruba ini, untuk melibatkan Damtruck milik organda dalam pekerjaan ini bukan wewenang saya, ini harus dibicarakan dulu dengan kontraktor yang memenangkan tender.
Abd Rauf menambahkan, Ini masalahnya kontraktor menang tender dan kontraktor punya alat yang mampu menangani pekerjaan, jika sekiranya kontraktor kekurangan alat barulah organda dilibatkan, tidak semena-mena organda datang menuntut dan memaksa harus diikuti kemauannya, ini tidak beretika.
“Ada ruang untuk dibicarakan tidak seperti ini. Jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan kemudian terjadi pengrusakan alat disini, siapa yg bisa bertanggungjawab? Kita bicara perusahaan bukan bicara harta tete moyang dan nenek moyang yang bisa diperebutkan sesuka hati,” tegas pengawas proyek.
Sementara salah satu sopir Sopir Organda, Ongen Ratib, mengatakan bahwa mereka datang ke lokasi proyek karena sudah berulangkali datang ke Kantor Labrosko namun kami dibuat seperti mainan.
“Padahal mereka sendiri sudah berjanji akan melibatkan kami dalam pekerjaan ini. Tapi yang terjadi malah pekerjaan jalan diam-diam tanpa kami ketahui dan tidak melibatkan organda,” terangnya.
Ia kemudian menyentil soal tujuan pemekaran Pulau Morotai, dimana saat itu rakyat Morotai berjuang dalam pembentukan Kabupaten Pulau Morotai salah satu tujuannya agar bisa memperoleh pekerjaan, tapi nyatanya apa ? Kami sebagai putra daerah hanya menjadi penonton.
“Kami ini datang minta pekerjaan bukan minta duit, kalau pekerjaan kecil kami pahami tapi ini pekerjaan cukup besar anggarannya, pihak Labrosko sudah meminta STNK anggota organda sebagai salah satu persyaratan untuk dilibatkan dalam pekerjaan, tapi hingga pekerjaan berjalan kami sama sekali tidak dilibatkan,” pungkas anggota Organda ini.(red)