Dr Abdul Aziz Hakim, SH.MH : PSU Halut Memberi Pelajaran Sangat Berharga

  • Whatsapp

Fenomena sengketa Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Halamhera Utara kali ini, tentu sangat memberikan pelajaran berharga, tidak terkecuali bagi kedua pasangan calon (Paslon), baik dari sisi hukum maupun politik.
Meski telah usai karena telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari kamis, 03 Juni 2021 dengan kemenangn Frans Manery – Muchlis Tapi Tapi (FM-Mantap) namun Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UMMU ini memberikan apresiasi tersendiri khususnya terkait dinamika hukum dan politik pada proses sengketa ke MK.
Dalam analisisnya, Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administraasi Negara Wilayah Maluku Utara (APHTN/HAN Malut) ini, ketika menyaksikan proses sidang pembuktian, bahwa materi pembuktian yang disampaikan para pihak, justeru sangat menguntungkan pihak termohon dan pihak Terkait (Paslon FM-Mantap).
Hal ini disebabkan karena materi pembuktian pihak Paslon Joel Wogono-Said Bajak (JOS) sangat tidak signifikan seperti apa yang didalilkan dalam permohonan dalam sidang pendahuluan tersebut.
Ketika menyaksikan sidang pembuktian, Aziz telah memprediksi bahwa pihak pemohon (Paslon Nomor 2, JOS) sebagai pemohon, gugatannya akan ditolak. Analisisnya sederhana saja yaitu jika dilihat dari sudut substansi sengketa yang dimohonkan berdasar fakta persidangan, justru nilai pelanggarannya tidak bagitu kuat, karena kualitas pelanggarannya yang dibuktikan sangat tidak siginifikan untuk mempengaruhi penetapan calon pemenang. Logika sederhana begini, dari sisi presentasi ambang perolehan suara, jika dari total suara yang dipermasalahkan baik di TPS 7 Rawajaya dan TPS 1 dan 2 di PT. NHM, maka total suara tentu belum mengimbangi hasil kemenangan yang diraih Paslon FM-Mantap. Seandainya nanti putusan Mahkmah dilakukan PSU jilid 2, apakah akan dapat mempengaruhi selisih suara kemenangan yang didapatkan FM Mantap dengan total suara 300 suara, sementara total suara yang disengketakan oleh pihak Pemohon berdasar fakta persidangan berjumalah total kurang lebih 30 suara (TPS Rawajaya ditambah TPS NHM). Jika dilihat dari nilai kemenangan yang didapatkan Paslon FM Mantap berjumlah 300 tersebut, dengan total suara yang dianggap pihak pemohon tidak diakomodir berjumlah kurang lebih 27, maka dimana letak selisih suara yang signifikan yang dapat mempengaruhi hasil penetapan kemenanangan Paslon FM-Mantap (Pihak Terkait) oleh KPU Halmahera Utara (sebagai pihak Termohon) . Tentu saja bahwa dalam konteks ini pihak Termohon harusnya memikirkan secara dalam dan terukur ketika mengajukan kembali sengketa PSU, disebabkan nilai kesebandingan dari presentasi suara yang merupakan indikator untuk mengukur selisih suara tersebut dalam proses PSU. Sebab jika dilihat dari nilai pembuktian melalui sidang tersebut, maka tentu kadar kualitas pelanggaran hukum, sangat tidak signifikan untuk disidangkan kembali. Sehingga Aziz pernah mengeluarkan statemen sebelumnya dalam media ini bahwa kalaupun disidangkan paling tidak Mahkamah harusnya sudah memutus pada sidang pendahuluan dengan putusan selanya, karena permonannya tidak terpenuhi syarat formil.
Lebih lanjut menurut Aziz, jika Mahkamah Konstitusi melanjutkan sidang ke tahapan pembuktian, itupun hanya melihat kembali bukti-bukti dari para pihak, agar lebih meyakinkan Mahkamah, bahwa sejauh mana pelanggaran hukum yang dimohonkan oleh pihak Pihak Pemohon. Bahwa ternyata dalam sidang pembuktian memang terlihat bobot kualitas pelanggaran hukumnya tidak begitu signifikan, sebab nilai pelanggaran hukumnya bukan pada soal kesalahan pihak KPU Halut sebagai pihak Termohon, namun lebih pada kesalahan pihak Pemohon, jika dianalisis dari fakta-fakta persidangan.
Atas dasar inilah menurut analisis Aziz bahwa peluang untuk PSU kembali sangat kecil karena dalil-dalil pihak Pemohon dianggap lemah sehingga secara faktual dalam proses persidangan dibantah oleh Mahkamah Konstitusi sendiri, berdasar alat bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan oleh Pihak Termohon (KPU Halut), Terkait (FM-Mantap) dan keterangan Bawaslu Halut. Jadi analisis Aziz pada sidang pembuktian kemarin, soal pelanggaran objek perkara dari pihak Termohon kurang signifikan untuk di PSU kan ulang. Selanjutnya untuk TPS 7 Rawajawa, kan dipermasalah 3 suara ganda kalaupun ini terbukti namun Mahkamah akan mempertimbangkan kembali pada soal pengaruh kesebandingan selisih suara yang signifikan. Artinya alasan pembatasan untuk melakukan eksekusi dalam menyelesaikan (finalisasi) kasus ini, walaupun terbukti, karena kadar dan kualitas pelanggarannya tidak sebanding dengan kualitas selisih kemenangan yang didapatkan oleh pihak pemenang dalam Pilkada, karena jauh dibawa rata-rata.
Nah, model kasus seperti ini banyak terjadi dan sudah menjadi rahasia umum, sehingga Mahkamah Konstitusi tetap mengeluarkan putusan sela pada sidang pendahuluan karena kurangnya keterpenuhan syarat formil. Atas dasar inilah menurut Aziz Hakim, ketika menyaksikan sidang pembuktian, beliau telah memprediksi bahwa sengketa PSU Halut cenderung akan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi karena tidak cukup alasan hukum yang kuat sebagaimana fakta-fakta pembuktian dalam persidangan. Penolakan majelis ini juga menurutnya karena dari bukti-bukti persidangan pada TPS Rawajawa dan TPS PT. NHM, nilai kualitas pembuktian tidak memberi keyakinan Majelis bahwa kasus yang terjadi di desa Rawajaya dan PT. NHM terbukti tidak berimplikasi hukum yang signifikan pada silisih suara yang dapat mempengaruhi penetapan calon, karena objek gugatan yang dipermasalahkan jauh dari substansi konstitusi dan demokrasi sebagaimana telah dimaktubkan dalam paraturan perundangan Pilkada.
Disisi lain lanjut dosen HTN UMMU dan Pasca Unkhair ini mengatakan bahwa sengketa PSU Pilkada Halut ini memberikan pelajaran bagi siapa saja tidak terkecuali pihak Paslon nomor 2 (JOS), agar lebih teliti melihat objek sengketa yang akan dibawah ke Mahkamah. Ya, intinya kita harus tahu dulu substansi pelanggaran hukum apa yang akan kita dalilkan ke Mahkamah, serta bukti-bukti yang dianggap signifikan dengan norma hukum sebagaimana aturan perundan-undangan sehingga nilai kualitas materi gugatan yang disampaikan ke Mahkamah mempunyai nilai yuridis di mata majelis hakim konstitusi, bukan kita kejar nilai politisnya, karena akan tidak bernilai di mata majelis.
Doktor Hukum Tata Negara jebolan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta juga menghimbau bahwa hasil putusan Mahkamah Konstitusi atas sengketa PSU ini telah final dan dimenangkan oleh Paslon nomor urut I (FM-Mantap), sehingga seluruh pihak khususnya kedua pendukung pasangan tidak lagi saling menyerang opini melalui medsos secara berlebihan. Ya kemenangan disyukuri tapi jangan sampai dilakukan berlebihan dengan merugikan pihak lain, sebab pasti ada yang kalah dan menang dalam sebuah pemilihan, jadi itu hal yang wajar dalam berdemokrasi.
Yang terpenting adalah harus menerima perbedaan pilihan, sebab jika kita sudah menerima perbedaan maka itu salah satu tanda bahwa kita telah mempraktekan nilai-nilai demokrasi sebagai dasar bernegara yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar tertinggi negeri ini (staat fundamental norm) ***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.