TERNATE,HR—- Massa aksi yang tergabung dalam Forum Perjuagan Rakyat Obi (FORPRO) mengelar aksi unjuk rasa di kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Maluku Utara (Malut), Jumat (26/11/2021).
Massa mendesak lembaga itu mengusut dugaan kasus praktek mafia tanah yang dilakukan perusahaan tambang PT Amazing Tabara di Obi, Kabupaten Halmahera Selatan.
Perusahaan diduga melakukan penyerobotan lahan perkebunan dan pemukiman warga yang sudah bersertifikat untuk kegiatan eksploitasi pertambangan di tiga desa Kecamatan Obi, antaranya Desa Sambiki, Desa Anggai dan Desa Air Mangga.
Selain melakukan unjuk rasa di kantor ATR/BPN Malut, massa aksi bertolak ke kediaman Gubernur Maluku Utara, Jalan Ahmad Yani. Disana massa meminta Gubernur Malut, Abdul Gani Kasuba segera mencabut Ijin Usaha Pertambangan (IUP) PT Amazing Tabara dengan nomor SK 502/7/DPMPTSP/XI/2018.
Koordinator aksi, Arisko Lacapa mengatakan, izin yang diberikan Pemprov Malut kepada PT Amazing secara nyata dapat menimbulkan konflik dan upaya menyingkirkan masyarakat secara besar besaran di tiga desa itu.
“Kalau sampai Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba tidak mengindahkan tuntutan kami dengan tidak melakukan pencabutan izin perusahaan itu maka dipastikan gubernur bertanggung-jawab bila terjadi gesekan masyarakat dengan pihak perusahaan di Pulau Obi,” tegas Arisko.
Sementara, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Maluku Utara bakal menelusuri dugaan penyerobotan lahan perkebunan dan pemukiman warga yang dilakukan perusahaan tambang PT Amazing Tabara di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan.
Hal itu disampaikan Kepala Bagian Aset Penetapan Hak Tanah Kementerian ATR/BPN Provinsi Maluku Utara, Wahyu Aprianto, saat menerima perwakilan massa aksi Forum Pejuangan Rakyat Obi (FORPRO).
Wahyu menyatakan, pihaknya akan menindak lanjuti tuntutan warga Obi soal permasalahan hak tanah masyarakat tiga desa di Kecamatan Obi yang diduga diserobot oleh perusahaan tambang PT Amazing Tabara.
“ Kami belum tahu perusahaan itu, karena berada di Halmahera Selatan. Apakah mereka sudah memiliki sertifikat atau belum kami harus cek,” kata Wahyu.
Meski ranah kementerian ATR/BPN bukan pada soal perizinan Izin Usaha Pertambangan (IUP), namun lembaga itu akan berperan ketika ditemukan konflik agraria menyangkut sertifikasi pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Kami minta masyarakat melaporkan kronologi masalah yang terjadi dan membawa lampiran bukti-bukti pelanggaran perusahaan tambang itu kepada kami,” ujar Wahyu.
Wahyu menambahkan, bila terbukti adanya pelanggaran hak atas tanah warga yang sudah ter-sertipikat, maka akan menjadi dasar ATR/BPN untuk merekomendasikan ke perusahaan itu.
“ Nanti kami cek di kantor ke kementrian, perusahaan itu, belum masuk ke kami jangan sampai kita berbicara lebih ,” tandasnya.(red)