TOBELO, HR — Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD kabupaten Halmahera Utara menilai penahanan dan penetapkan status 6 orang warga Galela sebagai tersangka oleh Polres Halmaher Barat merupakan buntut dari Peraturan Mendagri (Permendagri) nomor 60 tahun 2019 tentang Tapal Batas Halmahera Utara dan Halmahera Barat.
Ketua Fraksi PAN Halmahera Utara, Jumar Mafoloi, S.H mengatakan dalam kajian hukum, Fraksi PAN berpandangan bahwa Permendagri itu, bertentangan dengan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemekaran Kabupaten Halmahera Utara, dan tapal batas wilayah.
” Jadi beberapa orang warga Galela yang ditahan oleh Polres Halbar, juga sangat disayangkan, sebab mereka hanya mempertahankan wilayah mereka sebagai orang Halut. Karena menilai lahan mereka masuk dalam wilayah Halbar.” jelas Jumar Mafoloi, Selasa (26/08/2025).
Memurut Jumar, secara historis Undang Undang Nomor 1 tahun 2023 sangat jelas bahwa Wilayah desa Roko kecamatan Galela Barat dan Wilayah Loloda Timur itu, berbatasan sesuai garis tapal batas. Namun hadirnya Permendagri 60 tahun 2023 telah ada dugaan pencaplokan wilayah Roko sekitar 9 Kilo meter dari titik koordinat.
Hal ini, tentu menjadi Polemik di masyarakat. Oleh karena itu, Jumar menegaskan kepada Mendagri segera merevisi Permendagri 60 tahun 2023 sesuai dengan Undang Undang Nomor I Tahun 2003, agar tidak ada konflik yang berlarut larut.
” Kita butuh penyelesaian secara adil bukan membuat aturan yang hanya menguntungkan sepihak.” katanya.
Ketua BM PAN Halmahera Utara ini meminta Kapolres Halmahera Barat agar membebaskan 6 orang warga Galela yang di tangkap, sebab persoalan ini, timbul atas normal kasaulitas atau sebab akibat, Dimana akibat persoalan perdata menyebabkan timbul persoalan pidana.
” Oleh karena itu, mereka harus dibebaskan karena mereka hanya mempertahankan hak wilayah secara historis dan UU Nomor 1 Tahun 2003,” pungkasnya (*).