TERNATE,HR—Wali Kota Ternate, Tauhid Soleman, menuding halmaherapost.com punya afiliasi politik disayangkan oleh sejumlah kalangan.
Kali ini datang dari Akademisi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Dr Helmi Alhadar.
Helmi menilai masa jabatan Tauhid sebagai wali kota baru seumur jagung.
“Jangan sampai muncul citra buruk untuk dirinya dan pemerintahan,” ucap lulusan program Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung ini.
Tauhid sebagai pendatang baru, menurut dia, harus mengandeng pers untuk mensosialisasikan program – program kerjanya.
“Tapi sangat disayangkan, wali kota terlalu reaktif untuk hal – hal yang sebenarnya tidak terlalu penting,” katanya.
*Masyarakat Bingung*
Sebelumnya, di hadapan Aliansi Masyarakat Pulau Hiri (AMPUH) saat hearing masalah pelabuhan, Tauhid meminta agar tidak mengkonsumsi informasi soal pelabuhan lewat media. Tapi langsung ke dirinya.
Namun dalam konteks ini, Helmi menduga, barangkali wali kota bermaksud agar masyarakat perlu bersikap kritis saat menerima informasi dari media.
“Tapi karena komunikasi yang kurang tepat, sehingga makna yang muncul menimbulkan ketersinggungan dari media,” tuturnya.
Dengan demikian, Helmi menyarankan Tauhid meluruskan kembali pernyataannya, agar kisruh ini tidak berlarut-larut.
“Jadi wali kota perlu mengklarifikasi pernyataannya yang membuat media merasa tidak nyaman, dalam konteks ini kepada halmaherapost,” ucapnya.
Persoalan lain, kata Helmi, pernyataan wali kota akan membuat publik merasa waswas. Mengingat selama ini publik menjadikan pers sebagai rujukan informasi.
“Ini membuat masyarakat akan merasa sangat bingung. Kerena media massa adalah institusi resmi,” tuturnya.
Dalam konteks halmaherapost.com, ada wartawannya. Bahkan alamat kantor.
“Jika orang tidak merujuk ke media arus utama, apakah orang harus ke media sosial yang tidak ada pertanggungjawabannya?,” tanya Helmi.
*Afiliasi Politik? Itu Berlebihan…*
“Saya tahu dorang (mereka – halmaherapost.com) punya afiliasi (politik) itu. Torang punya intelejen. Jadi dorang (mereka) pe (punya) belakang ke sana siapa, torang tahu. Jadi berita itu keliru.”
Demikian penggalan kalimat yang dilontarkan Wali Kota Tauhid, menanggapi penjelasan Nurkholis Julfikar, perwakilan AMPUH saat mengutip pemberitaan halmaherapost.com soal progres Pelabuhan Hiri.
Bagi Helmi, itu pernyataan yang sangat berlebihan. “Masyarakat memerlukan pers yang kritis terhadap pemerintah dan pers tidak boleh membeo ke pemerintah,” tegas Helmi.
Menurut Helmi, pers berhak kritis sekaligus bertindak mengontrol pemerintah. Dan pemerintah tidak boleh marah kepada pers yang kritis.
“Sekarang persaingan pers semakin ketat. Maka terkesan sudah biasa jika ada pers yang berafiliasi politik dengan kandidat tertentu, dalam konteks Pilkada kemarin,” tuturnya.
Tapi semua sudah selesai, dan pers harus kembali ke profesinya yang semula.
“Jadi wali kota tidak perlu cemas, kalau ada media yang terkesan tidak mendukung pemerintahannya. Karena kita menganut sistem demokrasi,” ujarnya.
Helmi berujar, dalam Pilkada Ternate kemarin, hanya sekira 30 persen masyarakat Ternate yang memilih paslon Tauhid Soleman – Jasri Usman.
“Itu artinya ada 70 persen yang tidak memilihnya. Jadi wajar kalau tidak semua mendukungnya, termasuk media yang tetap kritis,” tukasnya.
Yang terpenting, wali kota tetap fokus bekerja memenuhi janji politiknya. Dan ke depan jika wali kota sudah maksimal, lalu ada pers yang mengada-ngada dalam pemberitaan, maka itu tak perlu ditanggapi berlebihan.
“Karena masyarakat sendiri akan bisa menilai, bahwa mana pers yang berkualitas dan amatiran,” tandasnya.
Disamping itu, pekerjaan pers diikat oleh Undang – Undang Pers Nomor 41 Tahun 1999. Ini menjadi payung hukum sekaligus mengatur bagaimana pers bekerja.
“Jadi apabila wali kota tidak puas dangan pemberitaan media, dia punya hak jawab atau hak klarifikasi,” tandasnya.
Tapi sepanjang pers tidak melanggar nilai-nilai Pancasila, menurut Helmi, tidak ada yang salah.
“Kalau pun pemberitaan pers tidak sesuai, bisa dilaporkan ke Dewan Pers,” pungkas Helmi.(red)