Kemahalan, Pengguna Lapak Kuliner Tolak Nilai Kontrak Ditetapkan Dispar Morotai

  • Whatsapp
Sentra Kuliner Daruba Pulau Morotai sepi pengunjung semenjak negeri ini diterpa bencana non alam Covid-19

PULAU MOROTAI,HR-Pengguna lapak Kuliner, Taman Kota Daruba menolak nilai kontrak baru yang disodorkan Kepala Dinas Pariwisata (KaDispar) Pulau Morotai. Keputusan Kadispar dinilai sangat memberatkan, mengingat pendapatan mereka masih minim akibat Pandemi Covid-19 yang terus berlangsung sehingga masih sepinya pengunjung.

Hal tersebut dikeluhkan beberapa pengguna lapak Kuliner di Taman Kota Daruba, Kecamatan Morotai Selatan, Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, Sabtu (26/6/2021).

“Saya tidak paham dengan kebijakan KaDispar dimasa pandemi menetapkan nilai kontrak yang sangat besar, seakan akan kuliner ini milik pribadinya, padahal pendapatan kami masih merosot jauh bila dibandingkan dengan kondisi sebelum Covid-19,” ungkap pengguna lapak, Sidik Kharie.

Sidik bercerita, bahwa sudah sejak lama dirinya sudah punya warung yang berlokasi di Taman Kota Daruba, tiba-tiba masuk program bantuan UMKM melalui DKP untuk pembangunan lapak Kuliner dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang ketika itu dipimpin oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti.

Lanjutnya, waktu itu saya tanya ke Kadis Perikanan Mukhlis Baay yang menanganinya, apabila lapak ini sudah jadi apakah di kontrakkan ? jawab Kadis KP tidak mungkin Kementerian Perikanan mengontrakkan ke pengusaha kecil seperti Sodik, tapi ada ketentuan atau syarat yang harus dipenuhi yaitu membayar  pajak, sehingga selama ini saya setor ke kas daerah melalui PERUSDA Rp 150 ribu perbulan bahkan nilainya berubah-ubah.

Saya masih ingat betul ucap pelatih tinju ini, dimana kata-kata Menteri KP ibu Susi, bahwa kami yang menggunakan lapak ini untuk menjual hasil tangkapan nelayan hanya membayar pajak 10 persen, tapi saat ini kok KaDispar mau kontrakan, kerjanya hanya menyusahkan rakyat kecil.

“Saya tidak paham rumus apa yang dipakai oleh Kadispar saat ini sehingga semena mena menetapkan dan mematok bahwa kami wajib menandatangani kontrak dan membayar kontrakan sebesar Rp950 ribu perbulan dengan kondisi pandemi Covid seperti saat ini, kami ambil duit dari mana? pada prinsipnya kami semua yang berjualan disini menolak kebijakan yang diambil oleh Kadispar Morotai,” cetusnya.

Senada dengan Sidik, pemilik lapak R.M. Bakulu, Siti Syam Makatitta, mengatakan bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh Kadispar dengan menetapkan nilai kontarak sebesar itu sangat tidak relevan dan memberatkan jika dilihat dari pendapatan kami saat ini, Rp100 ribu perhari saja itu sulit kami dapat, kadang tidak ada sama sekali, kemudian KaDispar telah mengundang kami dua kali membahas soal ini tapi dirinya tidak perna hadir sehingga pertemuan tidak jadi dilakukan.

“Seharusnya Dinas Pariwisata survei terlebih dahulu terkait pendapatan pemilik lapak kuliner taman kota Daruba, baru dibicarakan bersama, bukan langsung tetapkan nilai kontrak yang menurut saya sangat tidak masuk akal karena jauh dari pendapatan dan kami bersepakat menolaknya,” semburnya.

Sementara Nurizka pemilik lapak R.M. Kana Ni Odo mengusulkan agar sebaiknya dilanjutkan dengan pembayaran pajak melalui kasir sebagaimana yang pernah dilakukan oleh PERUSDA Pulau Morotai demi meringankan teman – teman lain yang pendapatannya di bawah rata-rata karena kadang satu hari ful tidak ada tamu yang berkunjung.

“Kalau kembali pada pembayaran pajak makanan melalui kasir dihitung Rp30 ribu perhari, maka dari sembilan lapak yang ada mereka bisa dapat Rp270 ribu perhari, ini sudah menguntungkan Dispar dan kami juga tidak merasa terbebani. Kalau Rp950 ribu perbulan sangat berat,” terangnya.

Menurutnya, lapak yang agak ramai pengunjung cuman dua lapak yang berada diujung pertama dan kedua di pintu masuk, sementara lapak yang ke tiga dan seterusnya tidak lagi ramai semenjak Covid-19 ini, per hari saja kadang tidak ada pendapatan sama sekali.

Selain itu, jika memang lapak di kuliner Daruba sudah di kelola oleh Dinas Pariwisata maka alangkah baiknya di benahi dulu, karena sudah banyak kursi meja yang rusak, kemudian ada usulan dari pengunjung kalau boleh di buatkan juga pintu masuk bagian tengah kuliner, agar lapak yang di deretan tengah sampai ujung akhir bisa kebagian pengunjung, baru kita bicara kontrak.

“Untuk nilai kontrak kami pengguna lapak masih bisa pahami kalau disodorkan Rp300 ribu perbulan, itu pun harus dibicarakan. Malah ini dipatok Rp950 ribu perbulan, sebagaimana yang ditetapkan Kadispar kami tidak setuju dan menolaknya karena sangat mahal,” tegasnya.

Sementara KaDispar Pulau Morotai Ida R Arsad, saat dikonfirmasi mengaku belum mengetahui kalau pengguna lapak di Kuliner Taman Kota Daruba menolak nila kontrak yang disodorkan dan baru tahu saat dikonfirmasi.

“Saya belum dapat info kalau penguna lapak menolak nila kontrak tersebut, baru tahu ini. Kalaupun demikian akan saya komunikasikan kembali ke pimpinan yang lebih tinggi (Bupati) soal penolakan tersebut. Karena penguna lapak di kuliner yang lain tidak menolaknya,” ungkapnya.

Menurut KaDispar, alasan minim pendapatan yang disampaikan pengguna lapak kuliner taman kota adalah kesalahan mereka sendiri yang mana selama ini menjual makan terlalu mahal dan tidak miliki harga menu yang tetap terutama ikan, sehingga pengunjung memilih makan di tempat lain.

“Kalau kita lihat rumah makan lain diluar kuliner taman kota Daruba seperti di seputaran Desa Darame sangat ramai pengunjung, karena mereka menyesuaikan harga sehingga mudah menarik pengunjung, jadi ini soal manajemen,” ujarnya.

Disebutkan KaDispar alasan ditetapkan besaran nilai kontrak tersebut karena dilihat tempat Kuliner Daruba berada dipusat kota dan sangat strategis tempatnya bila dibandingkan dengan kuliner yang lain. Dan, ketidak hadirannya dalam pertemuan dengan pengguna lapak karena sudah mempercayakan Kabid Dispar yang mengurusnya.

“Nilai kontrak Rp950 ribu perbulan yang ditetapkan Dispar karena dilihat dari permeter persegi lokasi yang ditempati, kemudian melihat lokasinya sangat strategis dan ramai pengunjung bila dibandingkan dengan kuliner di tempat lain. Jadi soal penolakan ini akan dibicarakan kembali dengan pengguna lapak, karena saya belum dapat laporan dari Kabid staf saya,” harap orang nomor satu di Dispar Pulau Morotai.

Soal harga makanan yang dinilai mahal oleh Kadispar Ida R Arsad dibantah oleh para pemilik lapak.”Tidak benar kalau kami jual makanan mahal, bahkan disini harganya hanya Rp 25-30 ribu bahkan ada yang 15 ribu,” ungkap Sidaik dan dibenarkan pemilik lapak lain.
(red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.