JAKARTA,HR—Rektor Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Prof. Dr. Rudy Hardjanto mengatakan situasi
pandemi saat ini menjadi momentum untuk memperkuat solidaritas, konektivitas dan kreativitas. Kita
bersama-sama menghalau virus Covid19. Pandemi saat ini adalah perang dan umat manusia semua
bersatu dalam tujuan yang sama untuk mengalahkan Covid 19. Hal itu disampaikan dalam Konferensi
Nasional Konsorsium Publikasi Bidang Ilmu Sosial di Jakarta, Rabu (28/7). Acara yang diinisiasi oleh
Konsorsium Publikasi Ilmiah Bidang Ilmu Sosial dengan Universitas Nasional sebagai Host dan Co-Host:
UKI, Universitas Bakrie, Universitas Binus, Universitas Pelita Harapan, Universitas Muhammadiyah
Jakarta dan Universitas Moestopo.
“Covid 19 menjadi musuh bersama bagi semua umat manusia. Tidak seperti pergolakan masa lalu
yang melibatkan konflik antar manusia di kedua sisi yang bermusuhan, sekarang umat manusia melawan
virus,” tandasnya
Sementara itu, Prof Syarif Hidayat selaku Dosen Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional
menggambarkan dari politik domestik, kehadiran pandemi Covid-19 sejak awal tahun 2020 yang lalu,
telah menyodorkan pelajaran yang sangat berharga bagi Indonesia, karena secara nyata telah menguji
apakah Lembaga Demokrasi di Indonesia, utamanya Partai Politik, Lembaga Perwakilan, dan Birokrasi,
telah menunjukkan “jati diri dan kapasitasnya” dalam menginisiasi maupun implementasi program
penanggulan virus corona yang meresahkan tersebut. Realitas mengindikasikan bahwa tiga lembaga
demokrasi tersebut cenderung terlihat hanya “nyata dalam struktur”, tetapi “tidak kentara dalam fungsi”.
Silang sengkarut implementasi kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19,
merupakan salah satu indikasi dari betapa lemahnya kapasitas lembaga birokrasi. Pada rapat terbatas di
Istana Merdeka, 3 Agustus 2020, Presiden Jokowi mengungkapkan kekecewaannya atas realisasi
anggaran yang masih sangat minim. Pernyataan presiden Jokowi ini secara implisit mengisyaratkan
bahwa semangat Perppu No. 1 Tahun 2020 sebagai upaya untuk menjawab kondisi darurat
(extraordinary) akibat pandemi Covid-19, belum dioperasionalkan secara optimal oleh jajaran
Kementerian karena mereka masih terjebak dalam cara kerja rutin (ordinary). Kondisi ini
mengindikasikan bahwa reformasi yang berlangsung dalam dua dekade terakhir, baru sampai pada
menghadirkan Lembaga dan Prosedur Demokrasi (Reformasi Institusi). Sementara, penguatan kapasitas
yang semestinya dimiliki lembaga demokrasi itu sendiri, relatif kurang mendapat perhatian yang serius.
Berkaitan dengan kebijakan pemerintah, Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai
pembicara kunci mengatakan di dalam masa pandemi ini riset sosial ekonomi diperlukan guna membantu
pemerintah memahami perilaku dan seluruh aktor dalam perekonomian yang terdisrupsi akibat adanya
pandemic Covid 19. “Dengan berbagai riset dan inovasi pemerintah terus merumuskan kebijakan yang
berbasis pada riset base policy yang sehingga tentu penerapannya akan lebih baik. Di tengah pelaksaan
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM, pemerintah terus menjaga daya beli
masyarakat dengan berbagai kebijakan yang diperpanjang. Dalam mengatasi pandemi Covid tersebut
peran riset sosial sangat diperlukan”, ungkap Airlangga Hartarto.
Ilmu sosial, menurut Airlangga mempunyai peran yang penting dalam menunjukkan dokumen
dan memberikan rekomendasi tentang bagaimana masyarakat merespons dan mengatasi pandemi ini.
Selama ini banyak pihak melihat dalam merespons pandemi ditekankan pada pendekatan medis yang
melihat pembatasan gerak masyarakat sebagai salah satu alat utama. Di sisi lain, pelaku ekonomi melihat
pendekatan ekonomi yang tentunya mempunyai fokus untuk menghindari agar masyarakat kehilangan
penghasilan.
“Sehingga tentu balance antara penanganan covid untuk kesehatan dan juga kesempatan masyarakat
untuk mendapatkan penghasilan. Nah ini hal – hal sifatnya tidak ada yang pasti, namun tentu ini perlu
dilihat sebagai kebijakan yang perlu diambil secara seimbang,” ungkapnya.
Acara yang berlangsung secara hybrid; luring dan daring, Rabu (28/7) ini bertujuan untuk
memfasilitasi pertukaran informasi mengenai pengetahuan dan peradaban dan budaya, memberikan
pengetahuan tentang perkembangan sosial, politik dan komunikasi saat ini serta memberi kesempatan
kepada peneliti juga akademisi untuk memperluas hasil temuannya kepada masyarakat.(red)