JAILOLO,HR—Pembelian hewan qurban yang dilakukan oleh 165 kepala desa di Kabupaten Halmahera Barat pada tahun 2021 lalu menggunakan dana desa sampai saat ini, masih menjadi sorotan publik. Penyebabnya, pembelian hewan qurban diduga melanggar paraturan perundang undangan yang berlaku.
Menurut Nahri Ishak mantan Ketua BPD Desa Domato Kecamatan Jailolo Selatan menjelaskan bahwa mekanisme pembelian hewan qurban dalam perencanaannya sudah salah.
Kata dia, seharusnya kegiatan yang dibiayai dari APBDes sudah ada dalam Keputusan Musyawarah Desa. Baik itu ide berasal dari hasil penggalian gagasan ataupun dari penyelarasan (sinkronisasi) arah kebijakan pembangunan daerah, tetap saja harus termuat dulu dalam Keputusan Musyawarah Desa baru bisa dimuat dalam APBDes.
“Ini kan, tidak ada. Terus kalau bupati bilang pembelian hewan qurban itu aspirasi masyarakat, saya tanya dulu, masyarakat yang mana?”. tanya Nahril Ishak, melalu rilis, yang diterima redaksi halmaheraraya.id, Minggu, (12/06/2022).
Dia menegaskan, pembelian hewan qurban bukan prioritas penggunaan dana desa. Permendesa PDTT Nomor 13 Tahun 2021 itu adanya karena kewenangan pengaturan tatacara dan prioritas penggunaan dana desa memang diatribusi oleh Undang-undang dan Peraturan Pemerintah kepada menteri. Sehingga dengan sendirinya, peraturan menteri juga merupakan peraturan perundang-undangan. Apa prioritas penggunaan dana desa dalam Peraturan Menteri tersebut? Dalam pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa itu ada pembentukan, pengembangan dan revitalisasi BUMDes, terus ada penyediaan listrik desa, ada juga pengembangan usaha ekonomi produktif yang diutamakan dikelola oleh BUMDes, terus ada lagi penguatan ketahanan pangan, pengembangan desa wisata, desa iklusi, dan adaptasi kebiasaan baru. Apakah prioritas-prioritas itu sudah dipenuhi semua? Faktanya kan, belum? Terus apa dasarnya bupati begitu ngotot dana desa harus dipakai membeli hewan qurban? Ini dijawab dulu oleh bupati biar jelas.
Ketiga, ini bentuk penyalahgunaan keuangan Negara. Jelas, penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk pemulihan ekonomi itu supaya masyarakat desa menjadi berdaya dalam memulihkan ekonominya pasca PSBB di masa Covid-19. Supaya jangan sampai muncul keluarga-keluarga miskin baru akibat pandemi ini. Ini malah dipakai membeli sapi, sapinya disembelih, terus dinikmati hanya oleh kelompok agama tertentu. Lantas apa hubungannya dengan pemulihan ekonomi? Itu sudah penyalahgunaan, namanya. Sebab, diperuntukkan lain oleh Negara, digunakan lain oleh kepala desa.
Lanjut dia, apa yang dilakukan menyalahi asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Setiap Keputusan dan/atau tindakan wajib berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB. Itu disebutkan dalm pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dan pembelian hewan kurban menggunakan Dana Desa itu melanggar asas kepastian hukum, ketidak berpihakan, kecermatan dan kepentingan umum.
“Jadi 165 kepala desa yang menggunakan dana desa untuk membeli hewan qurban tahun 2021 lalu atas dasar perintah Bupati Halbar adalah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Seperti UU 60 Tahun 2014, Permendesa PDTT nomor 13 Tahun 2021. Permendagri 114 Tahun 2014, Permendesa Nomor 21 Tahun 2020 dan Permendagri 20 Tahun 2018. Seharusnya kades-kades yang membeli hewan qurban tersebut diberhentikan karena melanggar hukum serta sumpah jabatan.
“Karena bupati yang memerintahkan pelaksanaan tindakan pelanggaran itu, bupati juga harus kita mintai pertanggungjawaban,”pungkasnya.
Sebelumnya diketahui, atas perintah Bupati James Uang, 155 Kapala Desa di Halbar menjadi korban, karena tidak bisa pertanggungjawabkan penggunaan anggaran untuk pembelian hewan qurban menggunakan DD dan ADD.
Menurut sejumlah kades yang ditemui halmaheraraya.id, Rabu (15/09/2021) lalu di Kantor Bupati Halbar. Mereka beramai-ramai menjelaskan sangat kecewa dengan janji Bupati James Uang akan dibuat Perbup terkait penggunaan DD dan ADD untuk pembelian hewan kurban. Namun, hingga saat ini Perbup yang dijanjikan Bupati tak kunjung dibuat.
“Kades di Halbar sampai berani beli hewan qurban menggunakan DD dan ADD karena Bupati James Uang yang perintah, dengan alasan akan dibuat Perbup sebagai payung hukum. Belum adanya Perbup kami kesulitan buat pertanggung jawaban anggaran yang sudah kami belanjakan,”ungkap sejumlah kades saat ditemui.
Lanjut salah satu kades yang tak mau namanya disebutkan, menjelaskan bahwa untuk membeli hewan qurban tidak ada angarannya baik di RPJMDesa, RKPDesa, dan APBDesa. Namun, kades di Halbar berani membeli sapi kurban menggunakan DD dan ADD karena ada jaminan dari Bupati akan dibuat Perbup sebagai payung hukum.
“Kami minta Bupati James Uang segera buat Perbup sesuai dengan janjinya. Jangan karena untuk buat pencitraan kami kades jadi korban,”tutup kades yang tak mau disebutkan namanya. Seperti diketahui sebelumnya, kepala desa se-Kabupaten Halmahera Barat menyumbangkan 155 ekor sapi ke Pemerintah Kabupaten Halbar. Sumber anggarannya hasil patungan kades melalui DD dan ADD Tahun 2021.
Bupati Halbar mengaku, hewan qurban yang diserahkan tersebut sember anggaranya dari kepala desa se-kabupaten Halmahera Barat.
“Pemda Halbar menyiapkan 10 ekor sapi ditambah 150 ekor dari patungan 150 kades sehingga total 165 ekor sapi.
Ketua DPC Partai Demokrat Halbar ini juga menyebutkan, Ia bersama Wakil Bupati punya kebijakan bahwa Idul Adha tahun ini dari Ummat Kristen juga ikut menyumbang hewan kurban, karena ini salah satu bentuk implementasi hidup toleransi antar sesama umat beragama di Halbar.
“Tadi saya dapat laporan di Kecamatan Tabaru ada pendamping desa yang bilang ke kades jangan sumbangkan nanti jadi temuan, saya bilang ini nanti kami buat Perbup yang membeck’up, kades tidak ada masalah kalau masuk bui saya dan wakil bupati yang masuk,” cetusnya.
Mantan anggota DPRD Halbar ini juga mengatakan, dalam kondisi Covid-19 ini pihaknya membantu saudara-saudara yang fakir miskin sebab itu bagaian dari ibadah.
“Ini dalam rangka memberi kondisi yang bagus terhadap masyarakat yang menerima khususnya masyarakat yang tidak mampu, masa dihalang-halangi dengan alasan nanti temuan BPK, itu termasuk hal yang kecil dengan membuat Perbup sebagai payung hukum nanti,”jelasnya.
Untuk setiap desa itu dianggarkan berfariasi, tidak merata karena sesuai dengan bobot berat badan sapi.
Diakuinya, kalau desanya sendiri dianggarkan Rp.18 juta, untuk satu ekor sapi, ada juga yang dianggarkan 16 juta, 15 juta, dan juga 10 juta tergantung bobot sapi yang dibeli.
“Kalau rata-rata bobot sapi seberat 150 sampai 160 kilogram pasti harganya mencapai 17 sampai 18 juta,” cetusnya.(mus)