“Jangan jadikan Semangat ketajaman bambu runcing sebagai penyekat dan pemecah-belah. Tapi jadikanlah ketajaman bambu runcing sebagai perekat dan pemersatu bangsa di tengah pergulatan politik Maluku Utara”
Menghitung hari kita akan menyambut hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh pada hari Sabtu tanggal 17 Agustus 2024 sebagai tanggal dimana kita merdeka dari sebuah penjajahan.
Tentunya, dalam menyambut hari Kemerdekaan, kita juga tak terlepas dari suasana pentas tahun politik pemilihan gubernur Povinsi Maluku Utara, yang tahapannya sudah berjalan sejak 26 Januari sampai dengan 16 Desember 2024 berdasarkan PKPU No 02 Tahun 2024 Tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
Dalam menyambut hari Kemerdekaan, kita seharusnya tak sekedar menjadikan semangat kemerdekaan sebagai pentas seremonial belaka. Karena, selain dari menyambut hari kemerdekaan, kita juga di perhadapkan dengan suasana tahun politik pemilihan Gubernur, yg tentunya memiliki arus pergulatan politik yg begitu hebat.
Mulai dari kita di perlihatkan dengan ramainya para calon gubernur yg di apload di sosial media oleh setiap pendukung relawan dan simpatisan, bahkan baliho para calon sudah mulai terpajang pada ruang publik, serta adu argumen perebutan rekom partai politik di media sosial antar pendukung yg begitu sengit dan melangit.
Dan bahkan gaya politik identitas agama, ras dan etnis, memiliki ekspansi agitasi dan propaganda yg cukup kuat di mainkan di sosial media dalam pentas pemilihan Gubernur Provinsi Maluku Utara saat ini.
Memang politik indentitas sering kali di halalkan, bahkan diperjualbelikan dan diproduksi di saat proses politik itu berjalan, dalam rangka menekan peserta pemilih dalam meraut kemenangan politik calon atau figur tertentu. Akan tetapi, yang harus kita sadari bahwa praktek politik identitas pada setiap momentum politik justru berdampak pada perpecahan, yang sejak lama tak diinginkan oleh para pendiri bangsa ( Founding Father).
Kita seharusnya malu dan menyadari bahwa kita adalah generasi pewaris yg telah diwarisi para pejuang yg bersusah payah berjuang dengan ketajaman bambu runcing untuk menjadi perekat semua indentitas dan menyatakan kami Indonesia “Torang Indonesia” dalam melawan penjajah. Tohh, kenapa hari ini hanya dengan memenuhi sahwat untuk berkuasa, kita harus menggunakan ketajaman bambu runcing menjadi penyekat dan pemecah-belah antar sesama!
Maka untuk itu, dalam menyambut hari kemerdekaan di tengah suasana tahun politik menjadi medium refleksi yg tak sekedar refleksi dan seremonial belaka. Tetapi, juga dapat mampu dalam mengatualisasikan nilai historis dan filsofis sebagai dasar semangat juang para pejuang dalam menggunakan ketajaman bambu runcing sebagai perekat dalam melawan penjajah yang memecah-belah keutuhan Bangsa.
Edukasi historis dan cermin yg sangat penting dari pendiri bangsa yg patut kita teladani dalam perumusan Pancasila, yakni, Redaksi sila pertama dan sila ke tiga.
Sila pertama dalam rumusan dasar negara yang disusun oleh panitia sembilan yang lazim disebut sebagai “Piagam Jakarta” akhirnya dianulir karena hanya merepresentasikan agama tertentu, sedangkan sejatinya bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural dan terdiri atas beragam agama dan keyakinan.
Penghapusan tujuh kata dalam “Piagam Jakarta” dan digantikan menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan wujud rasa menghargai keberagaman, mengedepankan persatuan dan kesatuan, serta mengindari perpecahan.
Sila ketiga persatuan Indonesia, Sila ketiga ini memberikan penerapan nilai penting dalam menjaga persatuan dalam kehidupan masyarakat, dengan rasa cinta dan kebersamaan dalam membangun Indonesia yg di mulai dari daerah dan tidak memprovokasi untuk menimbulkan ketidak harmonisan di tengah-tengah masyarakat.
Kedua, poltik indentitas agama, ras dan etnis itu telah di selesaikan sejak sumpah pemuda 28 Oktober 1928 yg di mana telah di ikrarkan putra dan putri Indonesia bertanah air, berbangsa dan berbahasa satu, bangsa Indonesia yg dapat dimaknai sebagai kompas memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dan menghilangkan rasa kedaerahan yg selalu menjadi penghalang rakyat untuk bersatu demi kepentingan bangsa dan negara.
Dari sini kita dapat mengetahui dan menyadari bahwa batapa pentingnya dalam mengingat sejarah. Seperti yang di katakan Founding Fathers kita “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tak melupakan akan sejarahnya”
Semoga dalam menyambut hari kemerdekaan menjadi medium refleksi terhadap aspek historis dan filsofis yg mampu mengatualisasikan nilai nilai sejarah dalam aktivitas kehidupan politik Maluku Utara. Agar kita dapat lebih mementingkan dan mengedepankan kepentingan bangsa dari pada kepentingan politik kelompok yang sering terkontaminasi dengan cara-cara memproduksi isyu politik identitas, agama, ras, dan suku.
Torang Indonesia, Merdeka!.