TERNATE, HR – Pemerintah Kota Ternate diminta harus melakukan rasionalisasi terhadap proyeksi pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA -PPAS) tahun 2022.
“Ada masalah penting dalam pembahasan KUA – PPAS tahun 2022 terkait belanja, pendapatan dan pembiayaan,” jelas Ketua Komisi II DPRD Kota Ternate, Mubin A Wahid, Kamis (14/10).
Menurut Mubin, terkait dengan pendapatan, khususnya pendapatan transfer Pempus sesuai dengan surat Dirjen Pertimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Nomor S-170/PK/2021 tertanggal 1 Oktober 2021 perihal penyampaian rincian alokasi dana transfer ke daerah dan dana desa tahun anggaran 2022. Total pendapatan transfer ke Kota Ternate hanya Rp800 milyar lebih, tetapi Pemkot memproyeksikan di dalam KUA – PPAS itu sebesar Rp844 milyar lebih, berarti terdapat selisih Rp40 milyar lebih.
“Timbul pertanyaan, Rp40 milyar lebih ini sumber dana transfer darimana. Pembahasan tadi, Pemkot menyampaikan ketika mereka menyampaikan proyeksi pendapatan transfer Pempus ke Kota Ternate. Bahkan KUA-PPAS yang dirancang itu belum ada surat Kementerian, sehingga Rp40 milyar diprediksi mereka didapatkan dari dana insentif daerah (DID), ternyata penetapan dari Pempus Rp40 milyar nihil. Artinya Pemkot tidak mendapatkan DID,” bebernya.
Olehnya itu, kata Mubin, tidak ada jalan lain. Pemkot harus melakukan rasionalisasi terhadap proyeksi pendapatan dari angka Rp844 milyar ke angka Rp804 milyar.
Mubin menuturkan, Pemkot tidak dapat DID, karena tidak memenuhi salah satu kriteria utama. Pasalnya, setiap DID yang diperoleh Pemda itu ada memenuhi tiga kriteria utama yakni, laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD harus mendapatkan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), pengesahan APBD tepat waktu, proses pengadaan barang dan jasa harus diinput melalui elektronik. Sehingga proses mulai dari tender sampai realisasi anggaran serta laporan harus dinput di elektronik, ini yang tidak dilakukan oleh Pemkot.
“Ketika dicek kita mendapat poin C, padahal kriteria mendapatkan DID itu dengan nilai B. Semua kriteria dipenuhi, kecuali salah satu yang disampaikan tadi, sehingga Pemkot di tahun 2022 tidak mendapatkan DID,” ucapnya.
Selain itu, Mubin menjelaskan, untuk belanja, jika dilihat KUA-PPAS diangka Rp1,5 triliun, semenatara belanja diangka Rp1,1 triliun. Itu berarti selisih pendapatan dan belanja alias defisit diproyeksi Rp150 milyar, ini sudah melampaui ketentuan yang telah ditetapkan.
“Kalau kita lihat belanja APBD yang diproyeksikan pada KUA-PPAS diangka Rp1,5 triliun, sementara belanja kita diangka Rp1,1 triliun. Itu berarti selisih pendapatan dan belanja alias defisit diproyeksi ini Rp150 milyar, ini sudah melampaui ketentuan yang telah ditetapkan. Karena kondisi keuangan daerah, seharusnya defisit kita 4,7 persen, itu berarti sekitar Rp40 milyar defisit, tapi ini sudah diangka Rp150 milyar. DPRD meminta segera melakukan rasionalisasi belanja, sehingga sedapat mungkin kalau ada defisit, maka defisit itu minimal mendekati apa yang telah ditentukan oleh perundang – undangan yang berlaku,” terangnya.
Tambah Mubin, di dalam pembiayaan ada penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Dimana, penerimaan pembiayaan itu Pemerintah peroleh sebesar Rp150 milyar.
“Sumbernya dari mana? Dari pinjaman daerah, tujuan untuk menutup defisit, apakah harus defisit sebesar itu. Kita kembali lagi tidak melampaui 4,7 persen, berarti tidak bisa melebihi dari Rp40 milyar lebih,” pungkasnya.(nty)