Dualisme PWI : Kembali ke Konstitusi untuk Penyatuan

  • Whatsapp

JAKARTA,HR – Dualisme kepengurusan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang terjadi pasca-Kongres Luar Biasa (KLB) pada 18 Agustus 2024 menjadi kenyataan pahit bagi organisasi wartawan tertua dan terbesar di Indonesia. Akibat perpecahan ini, peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2025 dan HUT ke-79 PWI pun digelar di dua lokasi berbeda, yakni di Pekanbaru, Riau, dan Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Presiden Prabowo memilih tidak hadir di kedua acara tersebut, begitu pula para pemangku kepentingan lainnya. Pemerintah tampaknya berupaya mendorong penyatuan kembali dua kepengurusan yang masing-masing dipimpin oleh Zulmansyah Sekedang dan Hendry Ch Bangun. Namun, mengapa upaya penyatuan ini begitu sulit terwujud?

Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat, Sasongko Tedjo, dalam Rapat Koordinasi Nasional Dewan Kehormatan PWI Pusat dan Dewan Kehormatan Provinsi di Pekanbaru pada 7 Februari 2025, menegaskan bahwa penyelesaian konflik harus kembali kepada konstitusi organisasi. Konstitusi ini mencakup Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD PRT) PWI, Kode Etik Jurnalistik, dan Kode Perilaku Wartawan.

Dikatakannya, penyelesaian melalui jalur hukum memang tidak dilarang, tetapi prosesnya bisa memakan waktu lama dan belum tentu efektif mengakhiri perpecahan internal. Sasongko menekankan bahwa sebagai organisasi berusia 79 tahun dengan kultur yang kuat, PWI harus mampu menyelesaikan permasalahan ini secara internal melalui mekanisme organisasi yang sesuai dengan konstitusi.

“Generasi yang saat ini memimpin memiliki tanggung jawab besar untuk meninggalkan warisan kepemimpinan yang baik bagi generasi mendatang. Salah satu solusi yang bisa ditempuh adalah mempercepat pelaksanaan kongres untuk menyatukan kembali organisasi,” ujar Sasongko.

Kisruh yang telah berlangsung hampir satu tahun ini memberikan banyak pelajaran, baik dalam hal pengelolaan organisasi, kepemimpinan, maupun penguatan kultur di tubuh PWI. Sasongko menegaskan, mempertahankan dualisme hanya akan membuat semua pihak menjadi kalah.

“Untuk apa diteruskan dualisme, kalau akhirnya semua kalah karena kredibilitas dan integritas PWI sudah telanjur merosot terlampau dalam?” ujarnya, dikutip dari Kolom Politik Indonesia, Kamis (13/2).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.