TERNATE,HR—Pasangan Wali Kota Ternate, M Tauhid Soleman dan Wakil Wali Kota Ternate, Jasri Usman Pasca dilantik 26 April 2021 lalu, pada 100 hari kerja memprogramkan lima program prioritas. Penanganan covid-19, kota kreatif, peningkatan UMKM, optimalisasi pengeluaran APBD, dan program unggulan air bersih, sampah dan drainase. Jika dihitung dari saat dilantik, program kerja 100 harinya berakhir pada tanggal 05 Agusutus 2021.
“Program 100 hari kerja TULUS gagal diwujudkan, selain disampaikan tidak terperinci program ungulan yang dicanangkan tidak memiliki ukuran standar yang jelas, bahkan capaiannya tidak pernah dirasakan,”kata Ketua Fraksi PPP DPRD Kota Ternate, Mubin A Wahid kepada sejumlah wartawan, Selasa (3/8/2021).
Menurut Mubin, tidak perlu ada program 100 hari kerja, kalau memang tidak ada indikator yang jelas, atau standar penilaian dari program 100 hari kerja tersebut, karena sudah terlanjur disampaikan Wali Kota, maka perlu selaku anggota DPRD melihat urgensi pencapaian dari program tersebut.
“Pertama, soal penanganan covid-19 dilihat dari zona Kota Ternate mulai dari zona merah ke zona orange. Kalau dilihat dari skenario Pemkot ada dua yaitu, penanganan covid-19 oleh Satgas dan soal vaksin oleh Dinas Kesehatan, dengan recokusing angggaran sebesar 8 persen dari anggaran DAU sebesar Rp600 milyar, ketika dipotong 8 persen berarti berjumlah sekitar Rp47 milyar, kemudian di peruntukan untuk penanganan covid-19, dari anggaran Rp47 milyar melekat di Dinkes sebesar Rp23 milyar dan BPBD sebesar Rp24 milyar, untuk Satgas Covid sudah dicairkan Rp12 milyar, dan Dinkes baru Rp1,7 milyar.
“Jika dilihat berarti belum ada capaian yang berarti kalau dilihat dari sisi anggaran berarti tidak maksimal. Padahal anggaran begitu besar, tetapi dukungan anggaran juga akan mempengaruhi realiasi kerja di lapangan soal penanganan covid-19, Pemkot hanya mengakatan beres-beres tapi tidak tolak ukur sama sekali,” terangnya.
Selain itu, UMKM soal dicanangkan dalam pemberdayaan usaha mikro kecil, juga tidak ada satu program terlihat sama sekali.
“Coba lihat Dinas Koperasi jalan tidak programnya, Disperindag tahun 2021 ini apa yang sudah di jalanakan, terus yang di maksudkan dengan peningkatan UMKM itu yang mana, padahal disituasi covid-19, UMKM tersebut sangat urgen di tengah pandemik tersebut. Misalnya, dilakukan Dinas Koperasi dan UMKM yaitu bagaimana 28 ribu masyarakat Ternate mendapatkan bantuan dari Kementerian tersebut. Terus yang dimaksud pemberdayaa UMKM, itu yang mana,” bebernya.
Lanjutnya, soal pengoptimalan APBD dalam pelaksanan APBD juga dalam program kegiatan juga tidak jalan, refocusing juga tidak jalan, yang bersumber dari DAU sebesar Rp20 milyar yang diminta oleh kementerian. Itu dari aspek pendapatan, sedangkan dari aspek pendapatan daerah sampai dengan bulan Juli baru 40 persen, kemudian banyak objek-objek pendapatan juga yang tidak bisa digarap mulai dari retribusi pasar, PBB juga kemudian tidak ada peningkatan sama sekali. Bahkan desain dari aspek pendapatan sangat tidak maksimal, belum dari aspek belanja.
“Bagaimana mau buat belanja, belanja rutin saja yang bersifat normatif seperti gaji. Belum TPP terlambat dua bulan, bagaimana mau jalan kalau refocusing saja tidak pernah selesai sampai hari ini, akhirnya belanja operasional, belanja ATK di setiap kelurahan semua hampir belum selesai, belum RT/RW belum di bayar insentifnya, TPP itu juga tidak jalan. Terus apa dimaksud dengan optimalisasi APBD nonsense kosong tidak ada,” tegas Mubin.
Lalu, Mubin menuturkan, air bersih masih banyak di ketinggian airnya mati, kelurahan juga banyak air yang tidak jalan. Kemudian soal sampah, hanya launching saja sampai sekarang jalan tidak, terus soal drainase hujan deras di Bastiong itu juga tidak tertangani secara baik. Sehingga secara totalitas, program 100 hari Wali Kota Ternate yang dicanangkan tidak memiliki ukuran standar yang jelas, bahkan capaiannya tidak pernah di rasakan.
Mubin menuturkan jika dilihat ukuran capaian kepala daerah seharusnya lima tahun, jadi tidak perlu kejar – kejar program 100 hari kerja.
Meski begitu, Pemkot saat ini seharusnya bagaimana menyelesaikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2021 – 2026, Pasal 49 Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 tentang tata cara perencanaan, pengendalian dan evaluasi pembangunan daerah, tata cara evaluasi ranperda tentang RPJPD dan RPJMD serta tata cara perubahan RPJPD, RPJMD dan RKPD.
“Dalam aturan Mendagri tersebut Nomor 86 Tahun 2017 terbagi dalam ayat 1 sampai 7 sangat jelas dan secara detail di dalamnya. Salah satunya memberikan ruang kepada kepala daerah yang dilantik, setelah dilantik 40 hari sudah menyampaikan rencana awal RPJMD kepada DPRD. Ini sudah program 100 hari baru diserahkan RPJMD ke DPRD itu juga belum tuntas disampaikan, jadi penyerahan ini sudah melewati batas yang ditentukan. Padahal daerah lain sudah ditetapkan menjadi peraturan daerah (Perda) RPJMD, bahkan sudah jalan. Jadi jangan dulu bicara program kegiatan dulu, kalau RPJMD saja belum jelas, ingat visi-misi kepala daerah itu tertuang semua dalam RPJMD,” terangnya, seraya menambahkan apa yang dilakukan Wali Kota dalam pencanangan program 100 hari kerja TULUS dinilai gagal.(nty)