TERNATE, HR—-Komite Berjuang Bersama Masyarakat (BBM) yang di Provinsi Maluku Utara, Senin (11/2/2022) melakukan aksi di depan Kantor Wali Kota Ternate. Aksi tersebut, mereka menuntut turunkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan turunkan harga sembilan bahan pokok (sembako).
Koordinator Aksi, Ardian mengatakan, memasuki awal Januari hingga awal bulan suci umat muslim yakni bulan Ramadhan di tahun 2024. Situasi kehidupan masyarakat Indonesia hari ini semakin tidak ada jaminananya dan orang miskin terus terlantar, kebutuhan BBM sudah menyentuh semua aspek kehidupan sosial, jika terjadi tekanan terhadap kenaikan harga BBM, maka akan berpengaruh pada harga barang sembilan bahan pokok.
Menurutnya, kenaikan harga BBM yang disertai dengan peningkatan harga barang lainya akan membuat daya beli masyarakat menurun, dengan situasi seperti ini memberatkan masyarakat kecil atau kelas ekonominya rendah saat momen kenaikan harga BBM berdekatan dengan hari raya lebaran dan massa liburan sekolah. Padahal BBM dan minyak goreng serta sembako adalah penyambung hidup masyarakat yang di desa maupun di kota, dan jika terjadi kelangkaan maka akan membebani hidup yang semaler parah.
Bahkan, kata dia, kondisi di pusat kota Ternate saat ini, dari pasar gamalama, hingga kelurahan di bagian utara dan selatan semua terasa bagaimana dampak dari tekanan inflasi (kenaikan). Di SPBU, harga jual BBM jenis pertamax naik Rp12.750 per liter. Di tingkat pengecer Rp15.000, sementara untuk jenis pertalite tidak berubah, tetapi di kisaran Rp7.250 per liter. Di tingkat pengecer jadi Rp12.000.
Dikatakannya, alasan pengecer mematok di harga itu, karena harus membayar jasa pihak ketiga semacam calo, untuk mengantri di SPBU. Jalurnya satu pintu, maka pengecer jual pertalite karena petugas SPBU masi layanin jeriken, itu jelas. Umumnya, depot yang jual pertalite, lokasinya berdekatan dengan SPBU, seperti di Kalumata, Ternate Selatan.
“Tapi itu bukan masalahnya, yang ditanyakan kenapa harga di tingkatan pengecer naik gila-gilaan?, Seolah-olah bersentuhan langsung dengan perubahan tarif subsidi, faktanya, harga pertalite bertahan. Ini bukan soal salah konsumen yang tak mau repot-repot antre di SPBU, atau pembayaran jasa pihak ketiga dengan tarif yang mahal, tapi ini tentang keuntungan dari harga jual yang tak masuk akal. Jelas ini dinamika dagarig yang tidak sehat. Sederhananya, kalau ada iargen yang di layani khusus berarti ada indikasi main mata di situ. Akhirnya pertalite malah menjadi bahan bakar enklusif, tidak semua depot menjualnya,” ucapnya.
Menurutnya, kalaupun harga BBM yang meroket, artinya, peran pihak ketiga cukup besar dan bayarannya pasti mahal. Karena mereka mampu menembus kebijakah atas larangan menjual BBM ke pengguna jerigen, dan itu berarti petugas SPBU bermain. Anehnya, pemerintah kota ternate mengaku tidak berwenang mengintervensi harga di tingkat pengecer.
“Bahasa sederhananya kalau tidak di bilang tak berdaya ya malas, padahal izin dagang ada di pemerintah, kenapg tidak bentuk satgas BBM? Apa tugasnya polisi? Jaga kantor menungu laporan?, Atau kita harus terbang ke Jakarta mengadu ke Ahok atau Menteri Perdagangan. Pada akhirnya sesama akar rumput saling membantu, karena pemerintah sendiri juga lepas tangan,” ucap dia.
Sekadar diketahui, sejumlah mahasiswa di Provinsi Maluku Utara masih berdatangan dari masing – masing kampus di Kota Ternate menuju titik aksi di depan Landmark Kota Ternate.(nty)