TERNATE, HR – Keluarga Malamo Ternate (KARAMAT), Buku Suba Institut dan Pusat Studi Mahasiswa Ternate (Pusmat) Kota Ternate menyerahkan draft pembobotan isu strategis terkait substansi arah pembangunan bidang kebudayaan oleh Pemerintah Kota dalam dokumen rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (Ranwal RPJMD).
“Dalam draft RPJMD ini, kami lebih fokus ke soal isu budaya sehingga ada beberapa poin yang kami masukan ke DPRD,” kata Presidium Madopolo Karamat, M Ronny Saleh, Rabu (19/8).
Menurutnya, ranwal RPJMD Kota Ternate 2021-2026 dalam bidang kebudayaan tidak mengakomodir dua amanat yakni amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024 tentang kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa. Kemudian, Rencana Pembangunanan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Ternate 2025 tentang mewujudkan pembangunan kota budaya dan sejarah.
Ronny mengakui, ada sekitar lima misi di dalam RPJMD yakni pembangunan kota budaya, nilai – nilai luar budaya kota, karakter masyarakat dan peningkatan pemahaman.
“Ada catatan penting yang kami temui di dalam dokumen RPJMD bahwa uraian dari misi ke 4 dan ke 8 RPJMD tidak mengarah pada pengertian budaya yang sebenarnya, melainkan instrumen budaya dalam narasi tersebut diartikan sebagai aktifitas ekonomi kreatif berbasis komunitas kepemudaan saja. Sementara Kota Ternate ini identitas budayanya sangat kuat, di mana adanya lembaga kesultanan sebagai instrumen budaya Ternate yang tidak diakomodir di dalam narasi RPJMD,” ungkap dia.
Selain itu, Ronny menyatakan, inventarisasi masalah kedua itu terkait tidak sinkronnya arah RPJPD kota tahun 2025 dengan isu – isu strategis RPJMD Kota 2021-2026 yang dibangun, inventarisasi masalah yang ketiga yaitu dasar hukum penyusunan serta pendekatan dan perencanaan yang tidak akomodatif pada regulasi terkait, dan yang paling substansi adalah terdapat narasi kunci sesuai tekstual pada butir 4 dan butir 8, pada misi program Wali Kota Ternate yang kemudian diurai secara sempit penjabarannya menjadi program kegiatan.
Meski begitu, kelembagaan sosial dan kearifan lokal menjadi konsentrasi, karena definisi dari kelembagaan sosial yang dimuat dalam RPJMD masih dalam narasi yang bias tidak tertuju pada definisi atau narasi kelembagaan sosial yang menuju pada instrumen budaya yang sesungguhnya, sehingga itu nanti bisa juga pada penjabaran program.
“Jadi kelembagaan sosial yang kita amati di dalam RPJMD Kota Ternate lebih tertuju pada pengembangan budaya yang bersifat komunitas kepemudaan, sementara makna budaya sesungguhnya kalau dilihat dari definisi kelembagaan sosial yang kami masukan itu adalah karaton, karena itu adalah bagian dari lembaga sosial, dan itu merupakan unsur budaya yang umurnya sudah beratus tahun, tapi di dalam dokumen RPJMD ini tidak dimasukan, sehingga kekhawatiran kami karena narasi di awal yang definisinya tidak tepat itu akan bias pada program,” jelasnya.
Tambah Ronny, soal bingkai kearifan lokal dan adat Se Atorang juga tidak tepat, sehingga yang akan diboboti adalah bagaimana mengharapkan kepada Pemkot agar rancangan RPJMD ini sesuai dengan karakteristik budaya Ternate.
“Kami berharap pembobotan RPJMD, DPRD bisa menyampaikan ke Pemkot secara kelembagaan yang memiliki fungsi eksekutif,” tutupnya.(nty)