Tim Hukum Frans-Muchlis Minta Hakim MK Kabulkan Seluruh Permohonannya

  • Whatsapp

TOBELO, HR—-Kuasa hukum Bupati dan Wakil bupati Halmahera Utara, Frans Manery dan Muchlis Tapi sebagai pihak pemohon, Ramli Antula, SH membacakan petitum permohonannya di sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (08/03/2022).

Pembacaan dilakukan setelah, Ramli Antula memaparkan pokok-pokok permohonan gugatannya dalam sidang pendahuluan uji materi Undang Undang nomor 10 tahun 2016 Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang pasal 201 Ayat (7).
“Berdasarkan alasan-alasan hukum yang telah diuraikan dalam pokok perkara perkenankan kami pemohon, memohon kepada hakim Mahkamah Konstitusi agar mengabulkan permohonan para pemohon seluruhnya,” kata Ramli Antula mengawali pembacaan petitum permohonannya.

Kemudian menyatakan pasal 201 ayat (7) Undang nomor 10 tahun 2016 Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, lembaran negara Republik Indonesia tahun 2016 nomor 130, tambahan lembaran negara nomor 5894, Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan wakil bupati serta Walikota dan wakil walikota hasil pemilihan tahun 2020 menjabat sampai tahun 2024 bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

”Memerintahkan muatan putusan ini dalam lembaran negara atau Majelis Konstitusi Republik Indonesia memiliki keputusan lain mohon keputusannya seadil-adilnya,”sambungnya.

Ramli menyebutkan bahwa dengan berlakunya pasal 201 ayat (7) Undang Undang nomor 10 tahun 2016 Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, berdasarkan pelanggaran hukum yang wajar maka telah melanggar hak konstitusional para pemohon untuk mendapat jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Selain itu, kata Ramli, berlakunya ketentuan a quo yang mengatur masa jabatan bupati dan wakil bupati yang tidak sesuai dengan pasal 162 ayat (2) Undang Undang nomor 10 tahun 2016 Bupati dan wakil bupati serta Walikota dan wakil walikota sebagaimana dimaksud dalam pasal 161 ayat (3) memegang jabatan selama 5 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.

“Telah mengabaikan hak konstitusional para pemohon sebagaimana diatur dalam pasal 28D ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.” Imbuhnya.

Dikatakannya, bahwa perlakuan pasal 201 ayat (7) Undang Undang nomor 10 tahun 2016 Bupati dan wakil bupati serta Walikota dan wakil walikota hasil pemilihan tahun 2020 dan berakhir tahun 2024 yang pada intinya mengatur tentang berakhirnya masa jabatan bupati dan wakil bupati hasil pemilihan tahun 2020 secara faktual potensial bedasarkan pelanggaran hukum yang wajar reduksi masa jabatan para pemohon sebagai bupati dan wakil bupati berdasarkan pasal 162 ayat 2 Undang Undang nomor 10 tahun 2016 dan pasal 60 Undang Undang nomor 23 tahun 2014, bahwa para pemohon adalah bupati dan wakil bupati hasil pemilihan tahun 2020 berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 131.82-1338 tahun 2021 tentang pengesahan pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah hasil pemilihan kepala serentak tahun 2020 di kabupaten dan kota pada provinsi Maluku Utara tertanggal 2 Juli 2021.

Selanjutnya tambah Ramli, bahwa para pemohon dalam kapasitas sebagai bupati dan wakil bupati seharusnya dilantik untuk masa jabatan selama 5 tahun sejak para pemohon dilantik tanggal 9 Juli 2021, sesuai pasal 162 ayat 2 Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 dan pasal 60 Undang Undang nomor 23 tahun 2014 sehingga masa jabatan berakhir tanggal 09 Juli tahun 2026 bukan berakhir ditahun 2024 sebagaimana termuat dalam ketentuan pasal 201 ayat 7 Undang Undang nomor 10 tahun 2016.

“Jika mengacu pada ketentuan pasal 201 ayat 7 Undang Undang nomor 10 tahun 2016 maka masa jabatan para pemohon sebagai bupati dan wakil bupati kabupaten Halmahera Utara hanya menjabat 3 tahun 5 bulan. ” katanya.
Karena itu, menurut Ramli bahwa adanya norma yang tidak selaras antara ketentuan pasal 201 ayat 7 Undang Undang nomor 10 tahun 2016 dan pasal 92 Undang Undang nomor 10 tahun 2016 mengakibatkan adanya tumpang tindih norma yang mengatur tentang masa jabatan dalam batang tubuh Undang nomor 10 tahun 2016.

“Dengan dibatalkannya atau paling tidak ditafsirkannya pasal 201 ayat 7 Undang nomor 10 tahun 2016 terkait dengan masa jabatan bupati dan wakil bupati sesuai ketentuan pasal 162 ayat 2 Undang nomor 10 tahun 2016 dan pasal 60 Undang Undang nomor 23 tahun 2014 maka potensi kerugian dari para pemohon dapat dihindarkan,”pungkasnya.

Seperti diketahui sidang perdana di Mahkamah Konstitusi terkait uji materi pasal 201 ayat 7 Undang Undang nomor 10 tahun 2016 dilaksanakan secara virtual yang dihadiri bupati Frans Manery dan Wakil bupati Muchlis Tapi Tapi sebagai Pemohon 1 dan pemohon 2.(man)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *