Launching Kampung Moderasi Beragama, Pj Bupati Morotai Sampaikan Pesan Menohok

  • Whatsapp
Pj Bupati Morotai Muhammad Umar Ali, S.E , sambutan saat launching Kampung Moderasi Beragama. Sabtu, 26 Agustus 2023

PULAU MOROTAI – Pj Bupati Morotai, M. Umar Ali, menyatakan sudah sepantasnya, selaku bangsa Indonesia, terutama di Morotai hidup dalam kerukunan. Sebab, pertalian di antara kita, walaupun dalam keyakinan berbeda-beda, sesungguhnya kita semua adalah saudara.

Hal itu disampaikan orang nomor satu di Pemkab Morotai saat Launching Kampung Moderasi Beragama tahun 2023 oleh Kementerian Agama (Kemenag) Morotai di Lapangan MTs Negeri 2 Sangowo, Kecamatan Morotai Timur, Kabupaten Morotai, Provinsi Maluku Utara, Sabtu (26/8/2023).

“Secara sosiologis, interaksi antar pemeluk agama di Morotai ini, tidak sekadar hubungan lintas agama atau cross religion, namun secara sosio-kultural, kita merupakan keluarga dalam pengertian biologis, yang artinya bahwa, sebagian besar dari kita memiliki ikatan darah atau ria de nengoru (bersaudara),” ungkapnya.

Lanjutnya, pertanyaannya adalah, sejak kapan, persoalan kerukunan menjadi hal yang sering dibahas dan kerap menjadi isu yang licin? sehingga perlu moderasi.

Tentu kita semua dapat menengok ke belakang, bahwa, di salah satu patahan sejarah, kita semua pernah menjadi alat permainan atas mereka yang menginginkan bangsa Indonesia terpecah-belah.

“Tanpa mengurangi rasa hormat dan kebahagiaan kita hari ini, saya hendak menyatakan bahwa kegelapan sejarah itu tidak sepantasnya terjadi dan harus dikubur dalam-dalam, karena telah memorak-porandakan bangunan kekeluargaan di antara kita sekalian,” kenangnya.

Dari sanalah, kata M Umar Ali, menjadi satu faktor pendorong, kemudian bercampur dengan pemahaman dan tafsir yang keliru dari sebagian kelompok keagamaan, dalam spektrum ideologi.

Akibatnya, terjadi kecenderungan untuk bertindak radikal, atau mempunyai pemahaman yang mengakar, memiliki fanatisme berlebihan terhadap apa yang diyakini, sehingga menganggap keyakinan orang lain adalah salah, menganggangu eksistensi, menggerus keimanan dan lain sebagainya. Anggapan itu berkonsekuensi terhadap upaya saling menolak atau menegasikan satu kelompok agama dengan kelompok lainnya.

Bahkan, dalam situasi ekstrem, fanatisme buta yang berujung radikalisme, sering melahirkan teror yang memakan korban.

Kelompok ekstrimis ini, tidak an sich dimiliki satu identitas keagamaan. Akan tetapi ada di setiap kelompok yang mengaku beragama. Contohnya: ekstrimis Hindustan di India yang sering meneror kelompok Muslim bahkan merusak situs-situs islam. Ada juga sebuah kelompok ekstrimis Kristen di Amerika yang menamakan diri Army Of God atau A.O.G. ini tergolong ekstrimis kanan.

“Organisasi A.O.G atau dalam terjemahan bebas Bahasa Indonesia berarti: Tentara Tuhan yang bermarkas di Amerika ini sangat keras menolak praktik aborsi. Sehingga A.O.G kerap melakukan teror terhadap praktik dan klinik aborsi di Amerika.

Sedangkan di Muslim sendiri, juga terdapat kelompok yang digolongkan dalam ekstrimis kanan, baik yang bercokol di indonesia maupun yang punya organasi trans-nasional yang  telah memiliki banyak aksi destruktif yang merusak kebhinnekaan dan memunggungi kemanusiaan,” paparnya.

Fenomena inilah yang memerlukan upaya untuk memoderasi atau menggeser kelompok ekstrem kanan menjadi lebih ke tengah atau moderat.

Lantas seperti apa praktik moderasi beragama itu? Kalau di islam, moderasi beragama adalah seperti yang sudah kita praktikkan dalam tradisi keagamaan kita selama ini, seperti yang sudah dipraktekkan oleh NU dan Muhammadiyah, serta organisasi keagamaan yang selama ini setia pada Pancasila.

Bagaimana dengan di Kristen?, sama seperti yang sudah dipraktekkan oleh gereja GMIH, RK, GBI, Pantekosta dan semua gereja yang ada di Morotai saat ini. Sekali lagi, bahwa soal moderasi beragama, bukan hal baru bagi kita. Kultur guyub rukun, harmonis berdampingan dengan keyakinan masing-masing telah kita praktikkan sejak nenek moyang.

“Untuk itu, launching kampung moderasi beragama, pada hari ini, menurut hemat kami, bukan untuk menggeser tata kelola keharmonisan, dari yang dianggap memiliki kecenderungan untuk menjurus pada ekstrem kanan, melainkan sesungguhnya praktik moderasi beragama bukanlah hal yang baru. Sebagai alat proteksi, atau tameng, atau salawaku untuk menangkal pemahaman atau pengaruh-pengaruh buruk yang menggeser tatanan, atau adab, atau norma, yang selama ini telah mengakar dan mengalir, menjadi darah daging dari kehidupan kita sehari-hari,” tegasnya.

“Oleh sebab itu, mari kita rayakan momentum ini sebagai simpul untuk mengikat dan merekatkan kekeluargaan, sehingga tradisi saling baku sampe, saling baku bantu, saling baku lia dan bukan untuk bakalae. Moderasi beragama adalah kultur asli Morotai. Beragama secara moderat adalah kebiasaan kita sehari-hari yang telah kita praktekkan turun temurun. Sekali lagi, mari kita jaga, kita lestarikan dan kita jadikan momentum hari ini untuk memperkuat semuanya,” tutup Pj Bupati Morotai Muhammad Umar Ali. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.