PULAU MOROTAI,HR—–Ketua Forum Masyarakat Penolakan Tambang Pasir Besi Desa Towara, Kecamatan Morotai Jaya (Morja), Pulau Morotai, Maluku Utara, Jamalu Piong, menolak Izin Usaha Pertambangan (IUP) Pasir Besi yang di keluarkan Gubernur Maluku Utara, Abd Gani Kasuba, pada beberapa tahun silam, karena dianggap melanggar aturan perundang undangan yang berlaku maupun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Jum’at (2/3/2021).
Menurutnya, masyarakat Desa Towara, Gorugo, Pangeo dan Desa Loleo Kecamatan Morotai Jaya sejak tahun 2010 hingga sekarang dan sampai kapan pun, mereka dengan sikap tegas menolak tambang pasir besi tanpa syarat. “Pada 2019 masyarakat Morotai Jaya perna melakukan aksi penolakan besar besaran di pantai yang rencana dijadikan lokasi pertambangan pasir besi, untuk menolak Perusahan Tambang masuk di Kecamatan Morotai Jaya, Pulau Morotai,” kata Jamalu.
Namun lanjutnya, Pemprov Malut terus bersekukuh mau memasukkan perusahan tambang pasir besi, buktinya IUP mereka belum dibatalkan. Rencana melanjutkan pengelolaan tambang pasir besi telah meresahkan masyarakat Kecamatan Morotai Jaya.
Lebih lanjut dia lontarkan, selaku Ketua Forum Masyarakat Penolakan Tambang Pasir Besi Desa Towara, Morotai Jaya, menegaskan kepada Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba (AGK), Pemerintah Daerah Pulau Morotai dan Perusahaan PT. Karunia Arta Kamilin yang mengantongi IUP Nomor. 502/ 2/ DPMPTSP/I/ 2019, PT. Intim Jaya Karya I, IUP Nomor. 540/69/PM/2010 dan PT. Intim Jaya Karya Il, IUP Nomor : 540/85/PM/2010, bahwa kami menolak kehadiran perusahan tambang pasir besi beroperasi di Pulau Morotai.
“Karena IUP yang dikantongi tiga perusahan tersebut tidak sah bagi masyarakat Morotai, karena tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan serta melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu UUD 1945, UU nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, UU nomor 4 tahun 2009, Perda Kabupaten Pulau Morotai nomor 7 tahun 2012 tentang RTRW Pulau Morotai, RTRW Provinsi Malut, Perda nomor 2 tahun 2013, RZWP3K Provinsi Malut, Perda nomor 2 tahun 2018, peraturan presiden nomor 34 tahun 2015 dan paraturan Presiden nomor 77 tahun 2014,” terangnya.
Disebutkan, kemudian tertuang didalam dokumen AMDAL PT. Karunia Arta Kamilin tentang dampak lingkungan dan potensi konflik itu tidak dapat dihindari yaitu pertama, Timbul keresahan sosial yang ditandai oleh adanya kelompok masyarakat pro tambang dengan kelompok masyarakat anti tambang sehingga berpotensi menimbulkan konflik horizontal dalam masyarakat
Kedua, Dampak kerusakan lingkungan/ potensi bencana ekologi yang ditandai oleh kerusakkan terumbu karang dan ekosistem, meningkatnya laju abrasi pantai yang dapat merusak jalan, jembatan, pemukiman dan kebun penduduk di wilayah pesisir pantai dan. Ketiga, Dampak menyempitnya wilayah tangkap nelayan atau fishing ground nelayan lokal yang menyebabkan hasil tangkapan ikan nelayan lokal menurun dan mengancam kelangsungan hidup nelayan dalam jangka panjang.
“Disaat pihak PT. Karunia Arta Kamilin bersama konsultan amdal melakukan sosialisasi dan konsultasi publik masyarakat dengan tegas menolak tambang pasir besi tanpa syarat dan bahkan pada saat sidang AMDAL yang dimediasi oleh Komisi Penilai AMDAL Provisi Maluku Uatara pada 30 November 2018 perwakilan tokoh masyarakat menyampaikan dengan tegas menolak tambang pasir besi tanpa syarat,” pungkasnya.
Selain itu, kata Jamalu, disaat sidang AMDAL konsultan AMDAL juga telah menjelaskan bahwa teknologi atau alat untuk pencegahan dampak lingkungan pengelolaan tambang pasir besi di Morotai belum ditemukan dan alat atau teknologi yang dipakai di daerah-daerah lain di Indonesia itu tidak bisa dipakai dimorotai karena karakter geografisnya sangat berbeda.
Lebih miris lagi ujar Jamalu, pihak perusahan bersama konsultan AMDAL pada saat melakukan konsultasi publik tanpa pemberitahuan kepada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pulau Morotai dan Dinas Lingkungan Hidup saat bertanya kepada pihak perusahan dan konsultan AMDAL mereka bilang jalan-jalan saja, padahal mereka melakukan konsultasi publik di Desa Towara, Gorugo, Pangeo dan Loleo.
“Di tahap awal saja mereka seperti maling dan Gubernur Provinsi Malut bapak Abdul Gani Kasuba berkompromi dengan maling kapitalis dan menggadaikan lingkungan dan kehidupan Rakyatnya sendiri, mental pemimpin seperti ini negeri ini bisa hancur,” semburnya.
Jamalu menambahkan, maka bagi kami masyarakat Morotai Jaya, IUP tambang pasir besi yang dikeluarkan oleh Gubernur Malut tidak sah dan tidak berlaku di Morotai karena tidak berdasarkan ketentuan dan prosedur serta melanggar aturan.
“Rencana kegiatan pertambangan pasir besi di Kabupaten Pulau Morotai tidak memiliki kesesuaian dengan arahan kebijakan pola ruang/ pemanfaatan ruang RTRW Kabupaten Pulau Morotai yang dituangkan dalam Perda nomor 7 Tahun 2012,”tutupnya.(spk)