TERNATE, HR – Sejumlah partai politik (Parpol) menolak dan mengusulkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Malut melakukan validasi kembali data kependudukan terkait rancangan penataan daerah pemilihan (Dapil) dan alokasi kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku Utara dalam pemilihan tahun 2024.
Dimana, kursi anggota DPRD Malut tahun 2019 untuk dapil I Kota Ternate – Halmahera Barat sebanyak 12 kursi, kemudian dapil III, Kota Tidore Kepulauan, Halmahera Tengah dan Halmahera Timur jumlahnya 9 kursi. Namun, pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022, saat ini jumlah kursi dapil I Ternate – Halbar yang sebelumnya 12 kursi digeser ke dapil III menjadi 11 kursi, sedangkan dapil III, Tikep – Halteng – Haltim yang sebelumnya 9 kursi menjadi 10 kursi.
“Kita menolak rancangan dapil dan penetapan perolehan kursi oleh KPU Malut. Kongkritnya ditinjau kembali pada penetapan yang lama di tahun 2019,” tegas Sekretaris Partai Golkar Malut, Arifin Djafar, Selasa (17/1/2023).
Kata dia, uji publik penataan dapil dan jumlah kursi di DPRD Provinsi Maluku Utara, Partai Golkar menilai bahwa pelaksanaan atau penetapan rancangan yang sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Malut pada hari ini, tidak memenuhi enam unsur baik unsur kesetaraan jumlah suara maupun profesionalitas dan kohesi dari luasan wilayah di Malut.
“Kami menganggap ini perlu ditinjau kembali untuk dilakukan bedah, terutama jumlah penduduk di dapil I Ternate – Halbar, dalam waktu satu dua tahun ini, Kota Ternate mengalami perubahan pengurangan sebanyak 13.000. Ini hal yang tidak bisa diterima secara akal sehat,” bebernya.
Arifin meminta perlu dikaji secara ilmiah kembali dasar – dasar penetapan dapil dan pengalihan jumlah kursi dari dapil I ke dapil yang lain.
Terpisah, Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Malut, Mubin A Wahid mengatakan, apa yang dirancang itu kalau dilihat dengan berbagai pertimbangan, baik pertimbangan regulasi yang ada maupun pertimbangan atau faktor lainnya sudah tepat dan rasional, namun basis data jumlah penduduk yang digunakan oleh KPU untuk menetapkan alokasi kursi itu yang dipolemikan oleh partai politik yang hadir termasuk akademisi termasuk Rektor Unkhair, NU, Asisten III Setda Malut, rata- rata mereka keberatan karena menganggap penetapan database jumlah penduduk itu diragukan. Bahkan, PPP mengusulkan agar meninjau kembali alokasi kursi dapil berdasarkan database kependudukan yang valid.
“Tadi ada dinamika yang berkembang dalam kegiatan uji publik itu, saya lihat banyak dari KPU yang menghendaki supaya dapil dan alokasi kursi yang ada itu tidak berubah,” jelasnya.
Lanjutnya, PPP mengusulkan coba dilakukan validasi kembali atau KPU Malut meminta data kependudukan yang valid dan terkini. Artinya apa benar dalam jangka dua sampai tiga tahun ada pertambahan satu penduduk di daerah yang begitu signifikan.
“Contohnya Halteng dan Ternate, pengurangan penduduk di Ternate begitu signifikan, itu memang bisa terjadi. Bertambah atau berkurang penduduk sangat signifikan itu bisa terjadi kalau ada bencana. Bisa bertambah jumlah penduduk, karena indikator banyak warga masyarakat di luar Halteng itu berbondong – bondong datang ke Halteng untuk mencari pekerjaan, itu kemudian terjadi perpindahan penduduk dari daerah sekitar termasuk Ternate ke Halteng. Tenaga kerja menurut pemaparan Asisten III Pemprov Malut, jumlah tenaga kerja di IWIP itu 29.000 lebih, sementara 29.000 lebih itu di dalamnya termasuk 9 persen tenaga kerja asing, dua atau tiga tahun terakhir jumlah penduduk 34.000 sekian, itu tidak rasional,” ungkapnya (nty)