TOBELO, HR — Pasangan suami istri, antara oknum polisi Brigpol RZE alias Ronal bersama WAS alias Wulan soal dugaan kasus Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Justeru kedua ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Halmahera Utara, Polda Maluku Utara.
Padahal sudah dilakukan upaya mediasi namun tidak ada kata sepakat sehingga perkara ini dilanjutkan ke proses penyelidikan dan penyidikan.
Kapolres Halmahera Utara AKBP Faidil Zikri, S.H, S.I.K, M. S.i melalui Kasat Reskrim IPTU Sofyan Torid mengutarakan suami istri saling lapor dugaan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kini menjadi tersangka. Menurut Sofyan, kejadian ini diawali cekcok antara keduanya, kemudian Wulan melaporkan suaminya berdasarkan Laporan Polisi : LP / 269 / IX 2024 / Reskrim, tanggal 20 September 2024.
Menurut Kasat Reskrim, sebelum melakukan prosos penyelidikan dan penyidikan, terlapor meminta kepada penyidik untuk memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak agar melakukan upaya mediasi.
” Mediasi secara pribadi yang dilakukan oleh saudara Brigpol Ronal pada bulan Oktober 2024 dengan mendatangi rumah korban Wulab di Weda, Halmahera Tengah namun hasilnya tidak ada kesepakatan.” jelas IPTU Sofyan Torid, Minggu (06/07/2025).
Kemudian, tambah Sofyan mediasi yang dilakukan oleh Kanit Paminal Polres Halmahera Utara pada bulan September 2024 namun tidak menemui kata sepakat, karena upaya mediasi tidak berhasil, selanjutnya perkara ini dilakukan secara prosedural, profesional dan proposional.
“Karena upaya mediasi tidak ada kesepakatan, penyidik melakukan serangkaian proses penyelidikan dan penyidikan Laporan Polisi : LP / 269 / IX 2024 / Reskrim, tanggal 20 September 2024 an.terlapor Brigpol Ronal dinyatan P.21 oleh JPU Kejari Halmahera Utara,” jelasnya.
” Perkara tersebut saat ini sedang dalam proses sidang di Pengadilan Negeri Tobelo, dan tersangka Brigpol Ronal dilakukan penahanan di Rutan Kelas IIB Tobelo menunggu hasil putusan Pengadilan.” tambahnya.
Lebih lanjut IPTU Sofyan mengatakan selain proses hukum pidana, Sie Propam juga melakukan proses Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Brigpol Ronal berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP / 5-B / IX / 2024 / Sie Propam, tanggal 20 September 2024.
Brigpol Ronal sudah dilakukan Sidang KKEP pada tanggal 09 November 2024 dengan putusan, mendapat sanksi etika seperti pelaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, kewajiban pelanggar untuk minta maaf secara lisan dan tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan, kewajiban pelanggar untuk mengikut pembinaan Rohani mental dan pengetahuan profesi selama 1 bulan.
Sedangkan sangsi atminitratif, dimulai dengan teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat selama 2 Periode, penundaan kenaikan gaji berkala selama 4 periode, penundaan pendidikan selama 1 periode, nutasi bersifat demosi antar wilayah selama 5 tahun, serta penempatan dalam tempat khusus selama 21 hari.
Sedangkan.Brigpol Robal juga membuat Laporan Polisi Nomor : LP / 271 / IX / 2024 / PMU / Res Halut / SPKT, tanggal 22 September 2024, dengan terlapor Wulan dugaan kasus tindak pidana KDRT.
Proses hukum sementara berjalan pada tingkat penyidikan dan Wulan ditetapkan sebagai tersangka oleh Sat Reskrim Polres Halut berdasarkan hasil gelar perkara.
Pada tanggal 11 Juni 2025 Polres Halmahera Utara di ajukan Gugat Praperadilan terkait dengan penetapan tersangka oleh pemohon Wulan ke Pengadilan Negeri Tobelo namun hasil gugatan dari Pemohon (Wulan) ditolak oleh Pengadilan Negeri Tobelo.
Karena itu, kata IPTU Sofyan, Penyidik Sat Reskrim Polres Halmahera Utara melanjutkan perkaranya, karena tersangka Wulan tidak kooperatif mulai tingkat penyelidikan sampai dengan penyidikan maka penyidik melakukan upaya hukum mengamankan tersangka untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan, namun tersangka belum dilakukan penahanan saat ini karena pertimbangan kemanusiaan.
” Dapat kami sampaikan bahwasanya tidak ada kriminalisasi terhadap tersangka Wulan, yang ada proses hukum berjalan secara profesional, proposional dan prosedural.” ujarnya.
Kasatreskrim menghimbauan kepada para pihak terkait perkara KDRT ini agar senantiasa menjunjung tinggi proses hukum berdasarkan asas equality before the law atau persamaan di hadapan hukum adalah prinsip bahwa semua orang, tanpa memandang status sosial, ekonomi, ras, agama, atau latar belakang lainnya, memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum.
“Prinsip ini menjamin bahwa tidak ada individu yang kebal terhadap hukum dan semua orang harus diperlakukan sama di depan hukum.” pungkasnya (*)